Resah Klinik Kecantikan Abal-abal
Ria Agustina ditangkap polisi setelah melakukan praktik treatment kecantikan secara ilegal. Pemilik klinik ‘Ria Beauty’ yang berlokasi di Malang ini digerebek di sebuah hotel di kawasan Kuningan, Jakarta Selatan.
Ria ditangkap bersama asistennya berinisial DN pada 1 Desember 2024. Dalam jumpa pers di Polda Metro Jaya, Jumat, 6 Desember 2024, Dirreskrimum Polda Metro Jaya Kombes Wira Satya Triputra mengatakan Ria bukan seorang tenaga medis ataupun kesehatan, melainkan sarjana perikanan.
"Hasil pemeriksaan Tersangka RA dan DN bukan merupakan seorang tenaga medis maupun tenaga kesehatan. Dari hasil pengungkapan tersebut, maka kedua orang tersangka dan barang bukti selanjutnya dibawa ke Polda Metro Jaya unjuk dilakukan pemeriksaan mendalam," kata Wira.
Berikut sejumlah faktanya
- Tak Miliki IzinHasil pemeriksaan, alat derma roller yang digunakan tersangka Ria untuk melakukan treatment tersebut tidak memiliki izin edar. Ia juga menggunakan krim serum yang tidak terdaftar di BPOM.
"Pada saat ditangkap terhadap tujuh orang pasien yang ada di dalam pasien tersebut. Berdasarkan hasil pemeriksaan, alat derma roller tersebut ada izin edar, krim anestesi dan serum tidak terdaftar BPOM," imbuhnya.
- Ria Sarjana PerikananBelakangan diketahui, Ria ternyata bukan seorang dokter atau tenaga medis. Ria merupakan lulusan sarjana perikanan.
"Hasil pemeriksaan Tersangka RA dan DN bukan merupakan seorang tenaga medis maupun tenaga kesehatan. Dari hasil pengungkapan tersebut, maka kedua orang tersangka dan barang bukti selanjutnya dibawa ke Polda Metro Jaya unjuk dilakukan pemeriksaan mendalam," kata Wira.
Sementara itu, Kasubdit Renakta Ditreskrimum Polda Metro Jaya Kompol Syarifah mengungkap latar belakang Ria Agustina adalah seorang lulusan sarjana perikanan.
"Untuk Ria Beauty, dia background-nya kan sarjana perikanan," kata Syarifah.
- Ikut Pelatihan KecantikanRia beberapa kali mengikuti pelatihan soal kecantikan. Wanita yang memiliki klinik di Malang, Jawa Timur, ini kemudian improvisasi dengan melakukan treatment kepada pasien-pasiennya.
"Dia mengikuti beberapa pelatihan, akhirnya dia meng-improve dan kebetulan medsosnya bagus dengan memakaikan pakaian-pakaian seksi saat melakukan treatment dan itu membuat viral di kalangan masyarakat. Jadi masyarakat itu banyak yang tak tahu kalau si Ria ini dia bukan tenaga medis," jelasnya.
Syarifah mengungkapkan tersangka Ria mengunggah testimoni pasien yang ‘berhasil’ ia lakukan treatment.
Ria diketahui sudah menjalankan praktik tersebut selama kurang lebih 5 tahun. Salon atau klinik kecantikannya sendiri sudah berjalan sekitar 5 tahun.
- Sekali Treatment Capai Rp 85 JutaPolisi mengungkap biaya treatment di Ria Beauty. Biaya sekali perawatan di klinik tersebut bisa mencapai puluhan juta.
"Perawatannya banyak ya, ada yang dilakukan di muka, ada yang dilakukan di tangan, bahkan di kemaluan dan anus pun juga ada. Untuk harganya lumayan mahal ya. Yang di muka saja itu kita membayar Rp 15 juta per sekali treatment, minimal," kata Syarifah.
Bahkan, lanjut Syarifah, ada beberapa treatment eksklusif dengan produk-produk yang mengandung emas. Biaya satu kali perawatan bisa mencapai Rp 85 juta.
"Belum lagi menggunakan produk-produk yang mengandung gold, emas. Untuk kecantikan kan ada yang mengandung emas, apa yang lain gitu. Jadi kalau misalnya biaya-biayanya cukup mahal, di atas Rp 10an juta, sampai dengan Rp 85 juta juga ada ya biaya sekali perawatan itu," jelasnya.
Lalu, mengapa masyarakat masih banyak yang tergiur klinik abal-abal?
Spesialis dermatologi Dr dr I Gusti Nyoman Darmaputra, SpDVE, Subsp.OBK, FINSDV, FAADV mengatakan ada beberapa alasan masyarakat masih banyak yang mendatangi klinik abal-abal. Pertama, kurangnya edukasi masyarakat. dr Darma menyayangkan tidak semua orang menyadari pentingnya mendapatkan perawatan kulit dari tenaga medis kompeten. Minimnya pemahaman tentang perbedaan antara klinik medis yang dijalankan dokter berpengalaman dengan klinik asal-asalan membuat masyarakat mudah tertarik oleh janji-janji palsu.
"Mereka mungkin tidak mengetahui risiko infeksi, efek samping jangka panjang, atau hasil yang justru memperburuk kondisi kulit jika perawatan dilakukan oleh orang yang tidak paham anatomi dan fisiologi kulit serta tidak memiliki pengetahuan medis yang memadai," jelas dr Darma.
Faktor ketiga yakni keinginan mendapatkan hasil yang instan tanpa proses perawatan yang benar-benar teruji ilmiah. Padahal, prosedur estetika medis yang aman, efektif, dan terbukti ilmiah umumnya membutuhkan tahapan, waktu pemulihan, dan evaluasi berkala.
"Klinisi abal-abal memanfaatkan "keinginan instan" tersebut dengan memberikan janji hasil cepat, padahal kenyataannya kualitas kulit tidak dapat diperbaiki secara instan tanpa risiko dan tanpa pendekatan medis yang tepat," tandasnya.
Sebagai informasi, Ria dan DN saat ini telah ditetapkan sebagai tersangka. Keduanya dijerat dengan Pasal 435 juncto Pasal 138 ayat (2) dan/atau ayat (3) dan/atau Pasal 439 juncto Pasal 441 ayat (2) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan, dengan ancaman pidana paling lama 12 tahun atau pidana denda paling banyak Rp 5 miliar.
Lantas, bagaimana tanggapan dari Kementerian Kesehatan RI? Saksikan pembahasan lengkap hanya di program detikPagi edisi Rabu (11/12/2024).
Nikmati terus menu sarapan informasi khas detikPagi secara langsung langsung (live streaming) pada Senin-Jumat, pukul 08.00-11.00 WIB, di 20.detik.com, YouTube dan TikTok detikcom. Tidak hanya menyimak, detikers juga bisa berbagi ide, cerita, hingga membagikan pertanyaan lewat kolom live chat.
"Detik Pagi, Jangan Tidur Lagi!"