Resmi, Kejari Mataram Tahan Pria Disabilitas Tersangka Kasus Pelecehan Seksual
MATARAM, KOMPAS.com - Kejaksaan Negeri Mataram resmi menahan IWAS alias Agus (22), seorang pria disabilitas, dalam kasus dugaan pelecehan seksual fisik.
Penahanan ini berlangsung selama 20 hari dan Agus dititipkan di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas IIA Lombok Barat setelah diserahkan oleh tim penyidik Polda NTB pada Kamis (9/1/2025).
Kepala Kejaksaan Negeri Mataram, Ivan Jaka, menambahkan bahwa pihaknya telah berkoordinasi dengan Lapas Lombok Barat untuk memastikan adanya sarana dan prasarana khusus bagi tahanan penyandang disabilitas.
Lapas juga menyediakan pendamping untuk membantu Agus selama berada di sel tahanan.
"Kenapa disabilitas ditahan juga karena ada pertimbangan bahwa setiap warga negara itu mempunyai kedudukan yang sama termasuk penyandang disabilitas," ungkap Ivan.
Lebih lanjut, Ivan menjelaskan bahwa penahanan Agus mengacu pada PP Nomor 39 Tahun 2020 tentang akomodasi yang layak untuk penyandang disabilitas dalam proses pengadilan.
Selain itu, pedoman dari Kejaksaan Agung mengenai pelayanan aksesibilitas dan inklusif bagi penyandang disabilitas.
"Jadi Lapas sudah terpenuhi sarana dan prasarana maupun pendamping yang bersangkutan," tambahnya.
Penahanan tersangka Agus didasarkan pada beberapa aspek, termasuk pendapat ahli psikologi forensik dan ahli psikologi kriminal.
Ivan menyatakan, "Yang bersangkutan (tersangka) juga terpenuhi syarat objektif dan subyektif dapat mempertanggungjawabkan perbuatannya."
Syarat objektif terkait ancaman hukuman di atas lima tahun penjara, sementara syarat subjektif mempertimbangkan jumlah korban yang lebih dari satu, sehingga dikhawatirkan Agus bisa mengulangi perbuatannya.
"Penahanan 20 hari sebelum 20 hari segera kami limpahkan ke Pengadilan Negeri Mataram," kata Ivan.
IWAS alias Agus terancam dijerat Pasal 6 Huruf A dan Pasal 6 Huruf C Jo Pasal 15 Ayat 1 Huruf E Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS), dengan ancaman hukuman 12 tahun penjara dan denda maksimal Rp 300 juta.