Respons Cepat Aduan Warga, DPRD Jakarta Dorong PAM Jaya Tekan Kebocoran Air
JAKARTA, KOMPAS.com – Anggota DPRD Jakarta dari Fraksi PSI, August Hamonangan, mendorong setiap langkah yang diambil oleh PAM Jaya dalam menanggapi laporan-laporan masyarakat terkait masalah kebocoran air atau Non-Revenue Water (NRW).
“Kami selalu memantau jika ada pengaduan masyarakat, mulai dari aliran air yang lambat, kebocoran, hingga tekanan air yang tidak stabil. Semua itu langsung kami sampaikan kepada PAM Jaya,” ujar August dalam keterangannya yang diterima Kompas.com, Selasa (7/1/2025).
Saat ini, tingkat kebocoran air di Jakarta disebut berada di bawah 46 persen, namun perbaikan terus harus menjadi fokus utama.
August menjelaskan, sejauh ini respons PAM Jaya terhadap laporan-laporan sudah cukup baik.
Namun, ia mengingatkan meskipun capaian PAM Jaya sudah positif, tantangan untuk mempertahankan kepuasan konsumen tetap harus menjadi perhatian utama.
"Jangan sampai berpuas diri, walaupun berbagai program sudah dilakukan. Yang paling dijaga adalah tingkat kepuasan konsumen," kata August.
Adapun PAM Jaya menargetkan penurunan tingkat kebocoran air atau ‘Non Revenue Water’ (NRW) hingga 30 persen pada 2030, seiring dengan pembangunan jaringan pipa air bersih di seluruh wilayah Jakarta.
Untuk diketahui, kebocoran pipa air baku pernah terjadi di Jalan Prof. Satrio, Tebet, Jakarta Selatan, pada akhir tahun lalu. Setidaknya ada sekitar 200.000 pelanggan PAM Jaya yang tersebar di 83 kelurahan.
Ketika itu, PAM Jaya memberikan kompensasi kepada pelanggan yang terdampak berupa pengurangan tagihan penggunaan air untuk bulan September 2024.
Kala itu, bagi pelanggan reguler, ada pengurangan tagihan sebesar 10 persen atau maksimal Rp 50.000.
Sementara itu, Direktur Utama PAM Jaya, Arif Nasrudin, menjelaskan bahwa tingginya tingkat kebocoran disebabkan oleh usia pipa-pipa di Jakarta yang sudah sangat tua, bahkan ada yang berusia satu abad.
Oleh karena itu, upaya yang dilakukan antara lain dengan fokus menangani kebocoran di setiap wilayah.
"Makanya kami beralih bertahap menangani secara ‘bottom up’," kata Arif.