RI Masih Banjir Impor Gula, Bisa Swasembada?
Bisnis.com, JAKARTA — Badan Pusat Statistik (BPS) mengungkap bahwa Indonesia masih banjir impor gula, di tengah cita-cita menjadi negara swasembada gula pada 2028. Sepanjang Januari—September 2024, nilai impor gula mencapai US$2,14 miliar dengan volume mencapai 3.663 ton.
Berdasarkan data impor gula BPS yang diterima Bisnis, setidaknya ada lima negara yang menjadi negara importir gula yang mendominasi. Mereka diantaranya Brasil, Thailand, Australia, Vietnam, dan Afrika Selatan.
Terungkap, Brasil merupakan negara importir gula terbanyak yang diterima Indonesia pada Januari—September 2024. Sepanjang periode itu, volume gula yang diimpor dari Brasil mencapai 2.126 ton dengan total nilai US$1,23 miliar.
Kemudian, Thailand juga menjadi negara kedua yang mengirimkan gula ke Indonesia, yakni sebanyak 922,1 ton dengan nilainya mencapai US$553,43 juta. Menyusul dari Australia dengan volume impor gula sebanyak 501,35 ton dan nilainya sebesar US$283,5 juta sepanjang Januari—September 2024.
Berikutnya, Afrika Selatan sebanyak 34 ton dengan total nilainya US$22,44 juta. Serta, ada impor gula dari Vietnam yang diterima Indonesia sebanyak 33,5 ton dengan nilai US$22,44 juta pada periode yang sama.
Meski volume impor gula yang dilakukan Indonesia tembus 3.663 ton pada Januari—September 2024, angkanya turun sebesar 1,36% dibandingkan Januari—September 2023 yang sebesar 3.713 ton.
Namun perlu diingat, data per September 2024 yang dirilis merupakan angka sementara, yakni sebesar 284,21 ton.
Adapun jika ditarik dalam lima terakhir, volume impor gula yang dilakukan Indonesia mengalami fluktuasi dan cenderung merangkak naik. Pada 2018, misalnya, volume impor gula mencapai 5.028 ton.
Satu tahun berikutnya justru turun menjadi 4.090 ton pada 2019. Namun, pada 2020, volume impor gula yang dilakukan Indonesia kembali naik mencapai 5.539 ton atau naik 35,44% dibandingkan tahun sebelumnya.
Volume impor gula pada 2021 kembali melandai turun 1,03% secara tahunan (year-on-year/yoy) menjadi 5.482 ton. Sedangkan pada 2022 kembali meningkat menjadi 6.007 ton.
Kemudian sepanjang Januari—Desember 2023, data BPS mengungkap bahwa volume impor gula yang dilakukan Indonesia tembus 5.069 ton.
Sebelumnya diberitakan, pemerintah melalui Kementerian Pertanian (Kementan) mengungkap Indonesia bisa memenuhi kebutuhan gula secara mandiri alias menjadi negara swasembada gula pada 2028 mendatang.
Plt Dirjen Perkebunan Kementan Heru Tri Widarto mengatakan bahwa swasembada gula ini bisa segera dicapai melalui intensifikasi, mulai dari kualitas bibit hingga pengelolaan lahan.
Di samping itu, Heru mengungkap bahwa pemerintah melalui Kementan juga akan menggenjot produksi lahan eksisting
“Jadi dengan peningkatan produksi eksisting lahan yang ada, itu insya Allah di 2028 bisa swasembada gula konsumsi,” kata Heru saat ditemui di Jakarta, Senin (28/10/2024).
Heru menekan bahwa untuk sementara ini, tidak ada perubahan lahan untuk memproduksi gula konsumsi.
Secara keseluruhan, data dari Berita Resmi Statistik menunjukkan bahwa nilai impor Indonesia pada September 2024 mencapai US$18,82 miliar. Angkanya naik 8,55% dibandingkan September 2023.
Jika dirinci, impor migas mencapai US$2,53 miliar, atau turun 24,04% secara tahunan. Sedangkan impor nonmigas mencapai US$16,30 miliar, meningkat 16,29% yoy.
Adapun dari sepuluh golongan barang utama nonmigas 2024, mesin/ perlengkapan elektrik dan bagiannya mengalami penurunan terbesar senilai US$342,1 juta (14,48%) dibandingkan Agustus 2024. Di sisi lain, golongan instrumen optik, fotografi, sinematografi, dan medis mengalami peningkatan terbesar senilai US$33,5 juta (9,21%).
Selama Januari—September 2024, ada tiga negara pemasok barang impor nonmigas terbesar adalah China US$51,38 miliar, Jepang US$10,53 miliar, dan Australia US$7,32 miliar. Sementara itu, impor nonmigas dari ASEAN US$25,67 miliar dan Uni Eropa US$9,43 miliar.
Data BRS juga mengungkap bahwa seluruh nilai impor menurut golongan penggunaan barang selama Januari—September 2024 mengalami peningkatan terhadap periode yang sama tahun sebelumnya. Golongan bahan baku penolong meningkat tertinggi senilai US$4.726,5 juta, diikuti barang modal US$953,5 juta, dan barang konsumsi US$667,9 juta.