Riset Binus: AI Tingkatkan Hilirisasi Mineral Indonesia untuk Keberlanjutan dan Daya Saing Global

Riset Binus: AI Tingkatkan Hilirisasi Mineral Indonesia untuk Keberlanjutan dan Daya Saing Global

 

KOMPAS.com - Teknologi kecerdasan buatan (AI) memainkan peran kunci dalam mendorong keberhasilan kebijakan hilirisasi mineral Indonesia. 

Dengan integrasi AI dan mahadata, Indonesia membangun sistem geospasial inovatif yang mampu mengoptimalkan pengelolaan sumber daya alam sekaligus memperkuat posisinya dalam rantai pasok global.

Riset berjudul "Analisis Mahadata Kebijakan Hilirisasi Strategi dan Diplomasi Indonesia Menghadapi Dinamika Global" dari Binus University menyoroti manfaat AI dalam mendukung diplomasi ekonomi dan strategi hilirisasi. 

Salah satu tim peneliti Binus University Alexander AS Gunawan menjelaskan, pemanfaatan teknologi modern, seperti Peta Hilirisasi (petahilirisasi.id), memberikan pandangan mendalam untuk komoditas strategis, seperti nikel, bauksit, kobalt, dan pasir kuarsa.

“Integrasi AI memungkinkan kami memahami pola distribusi dan dampak sosial-ekonomi dari aktivitas tambang secara lebih terperinci,” ujarnya dalam siaran pers yang diterima Kompas.com, Sabtu (28/12/2024). 

Dia menyebutkan, teknologi AI tidak hanya mendukung keberlanjutan, tetapi juga meningkatkan efisiensi proses pengelolaan sumber daya.

Diplomasi hilirisasi Indonesia juga meraup manfaat besar dari integrasi AI, khususnya melalui analisis mendalam Peta Hilirisasi. 

Teknologi itu membantu pemerintah memperkuat argumen dalam negosiasi internasional.

Sebab, data geospasial memudahkan Indonesia menunjukkan komitmen pada pengolahan domestik dan keberlanjutan, terlebih di tengah tantangan, seperti gugatan Uni Eropa di World Trading Organization (WTO) terkait larangan ekspor nikel mentah. 

Diplomasi berbasis data, misalnya, ketika memaparkan potensi cadangan nikel dan bauksit di forum internasional, Indonesia dapat menyajikan peta distribusi dan perkiraan pasokan yang terverifikasi. 

Pendekatan itu memperkuat posisi negosiasi pemerintah dalam menetapkan kebijakan ekspor-impor. 

Alexander mengatakan, pendekatan diplomasi berbasis data itu juga menarik perhatian negara lain, termasuk Filipina dan Afrika Selatan, yang mulai mengadopsi langkah serupa. 

“Indonesia menjadi contoh bagaimana teknologi dapat memperkuat strategi ekonomi dan kebijakan nasional di tengah persaingan global,” jelasnya.

Lebih lanjut, Alexander mengatakan, AI juga bermanfaat dalam pengambilan keputusan bisnis telah banyak dibahas dalam berbagai jurnal internasional. 

Salah satu contohnya adalah riset "Artificial Intelligence for the Real World" oleh Davenport dan Ronanki yang menegaskan bahwa AI mampu menyediakan wawasan lebih cepat dan akurat. 

Dengan demikian, organisasi dapat memanfaatkan data secara efektif demi meningkatkan efisiensi operasional.

Publikasi lain yang relevan ialah laporan "The State of AI in Early 2024" dari McKinsey yang memproyeksikan lebih dari 65 persen organisasi di berbagai sektor mulai mengadopsi AI untuk mendukung pengambilan keputusan strategis. 

Walau bersifat global, sejumlah studi juga menyoroti tren serupa di Indonesia, khususnya di sektor finansial dan manufaktur. 

Meskipun kajian mengenai penggunaan AI dalam pengambilan keputusan sudah cukup banyak, penelitian yang secara khusus membahas hilirisasi bahan mentah, diplomasi, dan kerangka hukum terkait masih sangat terbatas.

Kendati manfaatnya jelas, hilirisasi berbasis AI juga dihadapkan pada tantangan. 

Proses pengolahan mineral, seperti nikel, membutuhkan teknologi ramah lingkungan untuk meminimalisasi limbah berbahaya. 

Peningkatan eksploitasi tambang juga perlu diimbangi dengan regulasi ketat dan penggunaan teknologi yang berkelanjutan. 

“Dengan memadukan AI dan regulasi yang kuat, kita dapat memitigasi risiko lingkungan sekaligus memastikan bahwa hilirisasi mineral mendukung pembangunan ekonomi nasional secara inklusif,” jelas Alexander.

Melalui pendekatan multidisiplin yang mengintegrasikan teknologi, hukum, dan bisnis internasional, Indonesia berhasil menciptakan kebijakan hilirisasi yang adaptif terhadap dinamika global. 

Riset Binus menyatakan, keberhasilan itu membuka peluang bagi Indonesia untuk tidak hanya menjadi pusat manufaktur global, tetapi juga pemimpin dalam pengelolaan sumber daya berbasis teknologi.

Head of Data Science Program Binus University itu mengatakan, dengan AI sebagai pendorong utama, hilirisasi mineral Indonesia kini memiliki fondasi yang lebih kuat untuk menghadapi tantangan global, menarik investasi asing, dan menciptakan lapangan kerja baru. 

“Namun, keberlanjutan kebijakan ini tetap bergantung pada sinergi antara teknologi, kolaborasi pemangku kepentingan, serta kepatuhan terhadap regulasi lingkungan,” tegas Alexander.

Adapun platform Peta Hilirisasi merupakan geodashboard berbasis AI yang membantu pemerintah dan pelaku industri mengidentifikasi potensi mineral, memetakan distribusi sumber daya, hingga memprediksi tren pasar. 

Dengan data yang diolah selama lebih dari dua dekade—mencakup catatan produksi, ekspor-impor, dan informasi geospasial sejak awal 2000-an—platform itu menyediakan wawasan berbasis bukti yang mempercepat proses pengambilan keputusan di sektor hilirisasi. 

Selain menampilkan peta dan grafik interaktif, Peta Hilirisasi juga dilengkapi dengan pemodelan tren pasar berbasis machine learning yang dapat memproyeksikan potensi nilai tambah suatu komoditas di pasar global.

 

Sumber