Rupiah Dibuka Menguat Tipis ke Level Rp16.307 per Dolar AS
Bisnis.com, JAKARTA — Mata uang rupiah dibuka menguat ke posisi Rp16.307 per dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan hari ini, Jumat (20/12/2024).
Berdasarkan data Bloomberg, rupiah dibuka pada perdagangan dengan naik 0,03% atau 5,5 poin ke posisi Rp16.307 per dolar AS. Pada saat yang sama, indeks dolar terlihat menguat tipis 0,02% ke posisi 108,170.
Sejumlah mata uang kawasan Asia lainnya bergerak variatif terhadap dolar AS. Yen Jepang menguat 0,10%, dolar Singapura menguat sebesar 0,04% dan peso Filipina menguat 0,09%.
Sementara itu mata uang yang melemah di antaranya yuan China melemah sebesar 0,02%, won Korea melemah 0,19%, baht Thailand melemah 0,09%, ringgit Malaysia melemah 0,04%, rupee India melemah 0,14%, dolar Taiwan melemah sebesar 0,09%, dan dolar Hong Kong melemah 0,02%.
Direktur PT Laba Forexindo Berjangka Ibrahim Assuaibi memprediksi bahwa untuk perdagangan hari ini (20/12) mata uang rupiah akan bergerak fluktuatif namun ditutup melemah direntang Rp16.300-Rp16.370.
Dia mengatakan bahwa pada perdagangan kemarin (19/12) mata uang rupiah ditutup melemah 215 poin ke level Rp16.312, setelah sebelumnya sempat melemah 220 poin ke level Rp16.097.
Ibrahim mengatakan bahwa Federal Reserve memangkas suku bunga acuan sebesar 25 basis poin ke kisaran 4,25%- 4,50%, sekaligus mengindikasikan akan memperlambat laju siklus pelonggaran kebijakan moneternya.
Dia mengatakan bahwa para pejabat mengisyaratkan mengenai kemungkinan akan menghentikan pemangkasan suku bunga di masa mendatang mengingat pasar tenaga kerja dan inflasi yang stabil.
Menurutnya, suku bunga diperkirakan akan tetap tinggi untuk jangka waktu yang lebih lama setelah pemangkasan suku bunga pada Rabu (18/12/2024).
Dia menjelaskan bahwa pasar telah mengesampingkan kemungkinan pemangkasan pada Januari dan sekarang memperkirakan hanya dua pemangkasan lagi pada 2025, dibandingkan dengan ekspektasi sebelumnya yaitu empat kali.
Ketua The Fed Jerome Powell mengatakan pemangkasan lebih lanjut bergantung pada kemajuan dalam mengekang inflasi yang terus-menerus, yang mencerminkan penyesuaian pembuat kebijakan terhadap potensi pergeseran ekonomi di bawah pemerintahan Donald Trump yang akan datang.
Selain itu, menurutnya Bank of Japan (BOJ) mempertahankan suku bunga tetap, menandakan lebih banyak kehati-hatian atas prospek ekonomi Jepang dan arah inflasi. Bank sentral mengatakan pihaknya memperkirakan inflasi akan meningkat pada 2025 dan tetap mendekati target tahunannya sebesar 2%.
Ibrahim mengatakan bahwa langkah BOJ mengecewakan beberapa investor yang berharap kenaikan suku bunga pada Desember ini, meskipun prospek suku bunga tetap stabil dalam waktu dekat menjadi pertanda baik bagi saham Jepang. Yen melemah setelah keputusan BOJ, yang juga menguntungkan sektor berorientasi ekspor.
Sementara dari dalam negeri, dia mengatakan bahwa pemberian berbagai insentif tidak cukup untuk mengurangi dampak kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12%. Permasalahan yang muncul di industri sekarang adalah menurunnya permintaan akibat menipisnya jumlah kelas menengah yang merupakan pendorong konsumsi dalam negeri.
Selain itu, menurutnya periode pemberian insentif yang terlalu pendek, misalnya hanya 2 bulan untuk diskon tarif listrik sebesar 50%. Insentif yang diberikan untuk industri padat karya juga diperkirakan belum cukup untuk meredam dampak kenaikan PPN tersebut. Pasalnya, sudah terlalu banyak sektor industri yang terpuruk, seperti industri tekstil dan industri alas kaki.
Ibrahim menegaskan bahwa meskipun pemerintah memberikan insentif khusus untuk industri padat karya, daya beli masyarakat yang masih lemah membuat pemberian insentif tersebut menjadi tidak banyak berdampak.
Menurutnya, apabila kondisi tersebut tidak ditangani secara hati-hati, maka kenaikan PPN tersebut bisa saja meningkatkan potensi pegawai terkena Pemutusan Hubungan Kerja (PHK).