Rupiah Kian Terperosok usai Pengumuman The Fed, Apa Langkah BI?
Bisnis.com, JAKARTA - Nilai tukar rupiah terhadap mata uang Amerika Serikat terus melemah hingga menembus kisaran Rp16.300 per dolar AS.
Koreksi rupiah berlanjut setelah pengumuman bank sentral AS, The Federal Reserve yang mempertahankan suku bunga acuannya dan memberikan outlook hawkish terkait prospek pemangkasan lanjutan pada 2025.
Berdasarkan data Bloomberg pada Kamis (19/12/2024), nilai tukar rupiah terhadap dolar AS telah melemah 1,3% ke level Rp16.312 hingga pukul 15.20 WIB. Tren pelemahan juga terjadi pada mata uang kawasan Asia lain seperti yen Jepang dan won Korea Selatan.
Adapun, The Federal Reserve (The Fed) telah memangkas suku bunga acuan 25 basis poin dalam pertemuan Federal Open Market Committee (FOMC) yang berakhir Rabu (18/12/2024) waktu setempat.
Melansir Reuters, The Fed memangkas suku bunga acuan Fed Fund Rate (FFR) 25 bps ke kisaran 4,25%-4,50%.
“Aktivitas ekonomi terus berkembang dengan kecepatan yang solid dengan tingkat pengangguran yang ‘tetap rendah’ dan inflasi yang ‘tetap sedikit meningkat,” jelas FOMC dalam pernyataannya.
Namun, The Fed mengindikasikan jeda penurunan suku bunga acuan dalam pertemuan kebijakan pada 2025 mendatang, dengan mengatakan akan bersikap hati-hati menilai data yang masuk, prospek yang berkembang, dan keseimbangan risiko.
Ketua Federal Reserve Jerome Powell mengatakan bahwa lebih banyak penurunan suku bunga bergantung pada kemajuan lebih lanjut dalam menurunkan inflasi yang sangat tinggi. Pernyataan ini menunjukkan bahwa para pembuat kebijakan mulai memperhitungkan prospek perubahan ekonomi yang luas di bawah pemerintahan Trump yang akan datang.
Referensi eksplisit Powell mengguncang Wall Street, membuat saham-saham turun tajam, dan memacu penurunan estimasi pasar mengenai seberapa jauh suku bunga akan turun tahun mendatang.
“Saya pikir kita berada di tempat yang baik, tetapi saya pikir dari sini ini adalah fase baru dan kami akan berhati-hati tentang pemotongan lebih lanjut,” kata Powell pada konferensi pers setelah berakhirnya pertemuan FOMC.
The Fed dan Powell secara luas diperkirakan akan memberikan penurunan suku bunga hawkish dengan memperkirakan sekitar setengah dari pelonggaran kebijakan pada 2025 dari 100 basis poin yang diproyeksikan oleh para pembuat kebijakan tiga bulan yang lalu.
Namun, pada saat Powell selesai berbicara, pasar hanya memperkirakan akan terjadi satu kali pemangkasan suku bunga sebesar 25 basis poin pada tahun mendatang.
Sementara itu, Gubernur Bank Indonesia (BI), Perry Warjiyo, juga telah angkat bicara terkait pelemahan rupiah. Dia menyebut pelemahan mata uang ini sejalan dengan ketidakpastian pasar keuangan global terutama setelah terpilihnya Donald Trump menjadi presiden AS.
"Pelemahan nilai tukar tersebut diakibatkan oleh menguatnya mata uang dolar AS secara luas, serta berbaliknya preferensi investor global dengan memindahkan alokasi portofolionya kembali ke AS pascahasil pemilihan umum di AS," ungkapnya, Rabu (18/12/2024).
Perry menjelaskan, rencana kebijakan perdagangan di Amerika Serikat (AS) melalui kenaikan tarif impor, komoditas, dan cakupan negara yang lebih luas telah menyebabkan risiko peningkatan fragmentasi perdagangan dunia.
Perbesar
Perkembangan ini yang disertai dengan eskalasi ketegangan geopolitik di banyak negara mengakibatkan pertumbuhan ekonomi dunia 2025 diprakirakan melambat menjadi 3,1% dari sebesar 3,2% pada 2024. Inflasi dunia meningkat dibandingkan prakiraan sebelumnya dipengaruhi oleh gangguan rantai pasok.
"Hal ini meningkatkan tekanan pelemahan berbagai mata uang dunia dan menahan aliran masuk modal asing ke negara berkembang," ujarnya.
Bukan hanya itu, rupiah juga dipengaruhi oleh proyeksi penurunan Fed Funds Rate (FFR) yang lebih lambat akibat dari perkiraan awal akibat inflasi yang lebih tinggi tersebut.
Sementara itu, kebijakan fiskal AS yang lebih ekspansif mendorong yield obligasi AS atau US Treasury (UST) tetap tinggi, baik pada tenor jangka pendek maupun jangka panjang.
Terlebih, penguatan mata uang dolar AS secara luas terus berlanjut disertai berbaliknya preferensi investor global dengan memindahkan alokasi portofolionya kembali ke AS.
Meski terdepresiasi, Perry menyebut secara umum pelemahan ini tetap terkendali, yang bila dibandingkan dengan level akhir Desember 2023 tercatat depresiasi sebesar 2,74%.
Pelemahan tersebut lebih kecil dibandingkan dengan pelemahan dolar Taiwan, peso Filipina, dan won Korea yang masing-masing terdepresiasi sebesar 5,26%, 5,83%, dan 7,53%.
Sejalan dengan rupiah yang perlu penguatan, untuk itu BI kembali menahan suku bunga acuan BI Rate pada level 6%.
"Fokus kami adalah tentu saja bagaimana melakukan stabilisasi nilai tukar rupiah sementara ini BI Rate-nya kami pertahankan dulu," tuturnya