Rupiah Tembus Rp16.312 per Dolar AS, Menko Airlangga: Kita Monitor
Bisnis.com, JAKARTA — Menteri Koordinator bidang Perekonomian Airlangga Hartarto merespons kinerja rupiah yang ditutup pada level Rp16.312,5 per dolar AS sore hari ini, Kamis (19/12/2024).
Airlangga menegaskan pihaknya akan terus memantau perkembangan rupiah saat ini dan ke depan, mengacu kepada target rupiah pemerintah senilai Rp16.000 per dolar AS pada 2025.
“Kita monitor. Rupiah di APBN juga sudah ada angka. Jadi, kita monitor saja,” tuturnya kepada media massa di kantornya, Kamis (19/12/2024).
Rupiah ditutup anjlok 1,34% atau 215 poin ke level Rp16.312,5 per dolar AS. Pada saat yang sama, indeks dolar terpantau melemah tipis 0,01% ke posisi 108,01.
Airlangga enggan menuturkan langkah khusus yang akan ditempuh pemerintah merespon pelemahan nilai tukar menjelang akhir tahun tersebut.
Menurutnya, volatilitas rupiah yang terjadi beberapa hari ini wajar terjadi terutama di tengah menguatnya dolar AS.
“[Pelemahan] baru berapa hari, kemaren juga. Namanya kurs naik turun, Amerika emang lagi menguat,” tuturnya.
Sebelumnya, Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo mengungkapkan melemahnya rupiah yang terjadi sejalan dengan ketidakpastian pasar keuangan global terutama setelah terpilih Donald Trump menjadi presiden AS.
"Pelemahan nilai tukar tersebut diakibatkan oleh menguatnya mata uang dolar AS secara luas, serta berbaliknya preferensi investor global dengan memindahkan alokasi portofolionya kembali ke AS pascahasil pemilihan umum di AS," ungkapnya, Rabu (18/12/2024).
Rencana kebijakan perdagangan di Amerika Serikat (AS) melalui kenaikan tarif impor, komoditas, dan cakupan negara yang lebih luas telah menyebabkan risiko peningkatan fragmentasi perdagangan dunia.
Perkembangan ini pun disertai dengan eskalasi ketegangan geopolitik di banyak negara mengakibatkan pertumbuhan ekonomi dunia 2025 diprakirakan melambat menjadi 3,1% dari sebesar 3,2% pada 2024. Inflasi dunia meningkat dibandingkan prakiraan sebelumnya dipengaruhi oleh gangguan rantai suplai.
Untuk itu, bank sentral menahan suku bunga acuan BI Rate di angka 6% dan Penguatan strategi operasi moneter pro-market untuk memperkuat efektivitas transmisi kebijakan moneter, mempercepat pendalaman pasar uang dan pasar valuta asing (valas), serta mendorong aliran masuk modal asing.