Rusia Ubah Doktrin Nuklir, Ukraina: Gertakan untuk Takut-takuti Barat

Rusia Ubah Doktrin Nuklir, Ukraina: Gertakan untuk Takut-takuti Barat

Menteri Luar Negeri (Menlu) Ukraina, Andriy Sybiga, menganggap langkah Rusia yang memperbarui doktrin nuklirnya sebagai "gertakan". Sybiga mengingatkan sekutu-sekutu Barat untuk tetap "berpikiran jernih dan tidak menyerah pada rasa takut" dalam menghadapi langkah terbaru Moskow tersebut.

Sybiga, seperti dilansir AFP, Rabu (20/11/2024), menyampaikan pernyataan itu saat berbicara dalam sidang Kongres Amerika Serikat (AS) di Gedung Capitol, Washington DC, pada Selasa (19/11) waktu setempat. Gedung Putih sebelumnya menyebut langkah Rusia itu sebagai "retorika tidak bertanggung jawab".

"Saat ini, kami melihat upaya baru Kremlin dalam menggunakan gertakan nuklir untuk menakut-nakuti Barat," ucap Sybiga dalam pernyataannya.

"Retorika publik nuklir mereka yang diperbarui soal penggunaan senjata nuklir tidak lebih dari sekedar pemerasan," sebutnya.

"Mereka telah menggunakannya berkali-kali sebelumnya ketika keputusan kuat diambil. Kita harus tetap berkepala dingin, berpikiran jernih dan tidak menyerah pada rasa takut," cetus Sybiga dalam pernyataannya.

Presiden Vladimir Putin memberikan persetujuan dengan menandatangani dekrit, pada Selasa (19/11) waktu setempat, yang memperluas cakupan soal kapan dan dalam situasi apa Rusia bisa menggunakan senjata nuklir. Langkah ini dipandang sebagai pesan yang jelas untuk Ukraina dan negara-negara Barat, terutama AS.

Doktrin nuklir terbaru itu menguraikan bahwa Rusia kini bisa mempertimbangkan untuk menggunakan senjata nuklirnya terhadap negara non-nuklir, termasuk Ukraina, jika negara itu didukung oleh kekuatan nuklir.

Secara lebih jelas, menurut doktrin terbaru itu, Moskow akan bisa melancarkan serangan nuklir jika dihantam serangan rudal konvensional dari negara non-nuklir, yang didukung oleh negara lainnya yang memiliki kekuatan nuklir.

Simak berita selengkapnya di halaman selanjutnya.

Langkah terbaru ini diumumkan pada hari yang sama ketika Ukraina mengatakan pasukannya telah menembakkan rudal jarak jauh yang dipasok AS ke wilayah Rusia untuk pertama kalinya.

Serangan jarak jauh semacam itu dilancarkan setelah pemerintahan Presiden Joe Biden mengizinkan Ukraina untuk menggunakan rudal jarak jauh pasokan AS dalam serangan lebih dalam ke wilayah Rusia.

Putin sebelumnya memperingatkan bahwa persetujuan Barat terhadap penggunaan rudal jarak jauh oleh Ukraina akan berarti aliansi militer Organisasi Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO), yang dipimpin AS, berperang langsung melawan Rusia.

Putin menilai langkah semacam itu sebagai "keterlibatan langsung negara-negara NATO, Amerika Serikat, dan negara-negara Eropa dalam perang di Ukraina" karena infrastruktur dan personel militer NATO harus dilibatkan saat menargetkan dan menembakkan rudal-rudal tersebut.

Sumber