RUU Masyarakat Adat Diharapkan Segera Disahkan untuk Jamin Investasi Berkeadilan

RUU Masyarakat Adat Diharapkan Segera Disahkan untuk Jamin Investasi Berkeadilan

JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Advokasi Kebijakan, Hukum, dan HAM Pengurus Besar Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN)  Muhammad Arman menegaskan pentingnya pengesahan Rancangan Undang-Undang (RUU) Masyarakat Adat untuk memastikan bahwa investasi yang dilakukan di lahan-lahan milik masyarakat adat berlangsung secara adil.

Arman menjelaskan bahwa RUU ini bukan dimaksudkan untuk menghambat investasi, melainkan untuk menciptakan keadilan bagi masyarakat adat.

"Ada penelitian yang menyebutkan bahwa hampir 20 persen keuntungan dari perusahaan justru digunakan untuk membiayai konflik. Kenapa? Karena ketidakjelasan mengenai kepemilikan lahan menyebabkan banyak konflik, di mana kelompok tertentu mengaku sebagai pemilik lahan," ujarnya dalam diskusi Koalisi RUU Masyarakat Adat di kawasan Cikini, Jakarta, pada Selasa (17/12/2024).

Dia menambahkan bahwa dengan adanya Undang-Undang tentang Masyarakat Sipil, para investor akan memiliki kepastian hukum terkait pemilik lahan yang sah untuk aktivitas investasi, baik di sektor perkebunan maupun pertambangan.

"Kami ingin memastikan bahwa dengan undang-undang ini, investasi dapat berjalan dengan baik dan masyarakat juga mendapatkan keadilan. Tentu saja, peran negara adalah menciptakan kesejahteraan umum," tuturnya.

Arman juga mengungkapkan bahwa meskipun saat ini ada banyak undang-undang yang mengatur tentang masyarakat adat, keberadaan undang-undang tersebut justru menciptakan tumpang tindih aturan yang membingungkan.

"Ada 34 undang-undang yang mengatur tentang masyarakat adat, tetapi hal ini justru menyebabkan sektoralisasi pengaturan, sehingga masyarakat adat sulit mendapatkan hak tradisional mereka," katanya.

Dia mencontohkan situasi di mana mayoritas lahan milik masyarakat adat diklaim oleh pemerintah sebagai kawasan hutan, yang mengakibatkan masyarakat adat tidak mendapatkan keadilan dari aktivitas investasi yang dilakukan di atas lahan tersebut.

"Wilayah mereka diambil sebagai kawasan hutan, dan di atas tanah yang diklaim tersebut, konsesi perusahaan diberikan untuk perkebunan skala besar, industri pertambangan, dan lain-lain," jelas Arman.

“Nah kami ingin meletakkan bahwa pengakuan dan perlindungan hak masyarakat adat ini sebagai hal yang paling mendasar sebelum proses pembangunan itu berlangsung,” imbuh dia.

Sumber