Saat 18 Polisi Terciduk Peras WNA di DWP, Citra Polri dan Pariwisata Tercoreng
JAKARTA, KOMPAS.com - Kasus dugaan pemerasan yang melibatkan 18 oknum polisi terhadap warga negara asing (WNA) penonton Djakarta Warehouse Project (DWP) 2024 menjadi sorotan tajam publik.
Tak hanya mencoreng nama institusi, tindakan ini juga dianggap merugikan hubungan bilateral Indonesia dengan negara asal korban.
Di saat Indonesia sedang gencar mengembangkan pariwisata dengan event skala internasional, imagenya dinodai kelakuan polisi yang seharusnya menjadi garda terdepan pengayoman.
Komisioner Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas), Choirul Anam, menilai insiden ini sangat serius, terutama karena bertentangan dengan semangat pembenahan yang sedang digiatkan oleh Kapolri.
“Di tengah giat-giatnya beliau melakukan pembenahan, kok malah ada masalah ini. Masalah yang tidak hanya menyangkut negara kita, tapi juga hubungan masyarakat kedua belah negara,” ujar Choirul Anam, dikutip dari tayangan Kompas TV, Senin (23/12/2024).
Kasus ini dianggap tak bisa berhenti di sanksi etik semata. Anam mendorong agar tindakan pidana terhadap para pelaku juga diproses hingga tuntas.
“Kalau betul yang terjadi, seperti yang dilaporkan, ada pemerasan, ini kan tindak pidana, tidak sekadar etik. Dua konteks ini harus didalami,” tegas Anam.
Menurut Anam, kasus ini mengindikasikan adanya masalah budaya dan perilaku di dalam institusi Polri yang harus diperbaiki melalui sanksi yang keras.
“Kalau tidak ada sanksi tegas, ya tidak akan pernah sembuh. Ini masalah budaya yang obatnya hanya sanksi tegas,” ujar Anam.
Ia juga menyerukan kepada Polri untuk profesional dan transparan dalam proses hukum agar menjadi pelajaran bagi semua pihak.
“Profesionalnya apa? Ya dicek selengkap-lengkapnya siapapun yang terlibat. Dan ini sudah ditunjukkan dengan 18 orang diduga melakukan aksi tersebut dan sedang diperiksa. Kami berharap tidak dalam waktu yang lama, ya terselenggaranya kode etik,” ucap Anam.
Karopenmas Divisi Humas Polri, Brigjen Trunoyudo, sebelumnya memastikan, proses investigasi berjalan secara profesional dan transparan.
Ia menyebutkan, 18 oknum polisi yang terlibat berasal dari berbagai satuan di bawah Polda Metro Jaya, Polres Jakarta Pusat, dan Polsek Kemayoran.
“Jumlah terduga oknum personel yang diamankan sebanyak 18 personel. Kami memastikan tidak ada tempat bagi oknum yang mencoreng institusi,” ungkap Trunoyudo.
Anam juga mengapresiasi langkah cepat yang diambil oleh Propam Polri dalam merespons kasus ini.
Namun, ia menekankan pentingnya penegakan hukum yang tegas sebagai upaya menciptakan efek jera.
“Kalau memang terbukti melakukan pemerasan, harus di PTDH. Ini juga menjadi sinyal bagi seluruh anggota kepolisian bahwa sanksi tegas menunggu siapa pun yang melanggar,” kata Anam.
Kasus ini mencuat setelah sejumlah korban, termasuk WNA asal Malaysia, Singapura, dan Thailand, melaporkan dugaan pemerasan yang dilakukan oleh oknum polisi di area DWP.
Salah satu korban, Ilham (26), bukan nama sebenarnya, paspornya sempat ditahan oleh petugas dan hanya dikembalikan setelah rekannya memberikan uang sebesar Rp 200.000.
Unggahan di media sosial turut memperkuat sorotan terhadap insiden ini. Akun X @Twt_Rave dan Instagram @ez.rawr menggambarkan pengalaman serupa, yang menunjukkan pola pemerasan terhadap penonton DWP 2024.
Kini, kasus tersebut tak hanya merusak citra Polri, tetapi juga menciptakan kerugian yang lebih luas, mulai dari citra Indonesia di mata internasional hingga kepercayaan masyarakat terhadap aparat penegak hukum.
Kompolnas dan Polri berkomitmen untuk menyelesaikan kasus ini dengan tuntas, memastikan bahwa tak ada ruang bagi pelanggaran di tubuh kepolisian.