Saat Korban Anak Dominasi Kasus Kekerasan Seksual di Palangka Raya, Pelaku Orang Terdekat
PALANGKA RAYA, KOMPAS.com - Kasus kekerasan seksual di Kota Palangka Raya, Provinsi Kalimantan Tengah (Kalteng), menunjukkan tren yang mengkhawatirkan, dengan anak-anak mendominasi sebagai korban.
Pelaku kekerasan seksual tersebut umumnya adalah orang terdekat korban, yang menciptakan situasi yang lebih memprihatinkan.
Kepala Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Polresta Palangka Raya, Ipda Erna Yulianti, mengungkapkan bahwa 90 persen kasus kekerasan seksual di kota ini melibatkan pelaku yang merupakan orang terdekat korban, yang sebagian besar adalah anak-anak.
“Kasus kekerasan seksual di Palangka Raya lumayan, tahun ini ada 10 kasus yang kami tangani, dan tahun 2023 juga ada 10 kasus,” kata Erna, saat ditemui di ruang kerjanya, Kamis (14/11/2024).
Mayoritas kasus kekerasan seksual yang pihaknya tangani itu dilakukan oleh orang terdekat seperti paman, pacar, dan lingkaran terdekat korban.
Mirisnya lagi, anak dominan menjadi korban kekerasan seksual di Palangka Raya.
“Kasus ini beragam, ada yang cabul (meraba-raba) dan setubuh, kebanyakan dilakukan orang terdekat,” ujarnya.
Berdasarkan pendalaman pihaknya, motif kekerasan seksual ini sering kali disebabkan oleh pelaku yang mengalami kelainan seksual atau hasrat seksual yang tidak terkontrol atau terpenuhi, meski telah berkeluarga.
Pihaknya sering menerima laporan dari keluarga terdekat korban.
Sementara itu, pendampingan psikologis bagi korban dilakukan oleh psikolog dari lembaga pemerintah daerah.
“Kebanyakan korban mengalami trauma psikis, malu, minder, mengalami rasa ketakutan yang berlebihan, tapi pelan-pelan didampingi, berusaha dipulihkan,” kata dia.
Erna juga mengimbau kepada orangtua agar segera melaporkan jika anak-anak mereka mengalami kekerasan seksual ke Unit PPA Polresta Palangka Raya.
“Setelah memproses hukum, kami akan menyalurkan pendampingan bagi korban agar kondisi psikologisnya bisa pulih,” imbuh dia.
“Orangtua harus memberikan wawasan yang cukup bagi anak-anak, di sekolah guru juga harus menjalankan perannya untuk memberikan edukasi seksual, memberi tahu mana organ-organ vital yang harus dijaga,” tambah dia.
Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk, dan Keluarga Berencana (DP3APPKB) Kalteng, Linae Victoria Aden, menyatakan bahwa anak-anak merupakan korban terbanyak dalam kasus kekerasan seksual di Kalteng.
Dia mengimbau kepada korban atau keluarga terdekat agar tidak malu untuk melaporkan kasus yang dialami.
“UPT PPA kini tidak hanya menerima pengaduan secara langsung, tetapi juga melalui orang terdekat korban yang dipercayakan,” ungkap Linae saat ditemui di ruang kerjanya, Rabu (13/11/2024).
Linae menambahkan bahwa pihaknya telah meluncurkan aplikasi Basanan untuk memudahkan pengaduan.
Melalui aplikasi ini, pelapor dapat menyampaikan laporan dengan lebih mudah.
Masyarakat juga bisa mendatangi langsung UPT PPA yang berada di Kantor DP3APPKB Kalteng di Jalan Brigjen Katamso, Kota Palangka Raya.
Psikolog dari Klinik Natalie Palangka Raya, Gerry Olvina Faz, mengatakan, anak-anak membutuhkan waktu lama untuk pulih dari trauma psikologis, khususnya ketika menjadi korban kekerasan seksual.
“Karena ketika seorang anak mengalami kekerasan seksual, dia mengalami trauma, persoalan yang dia alami itu akan selalu lekat dalam ingatan dia,” ujar Gerry, kepada Kompas.com melalui sambungan telepon, Selasa (12/11/2024).
Sepanjang tahun 2024, dia melayani belasan konsultasi dari korban kekerasan seksual di Palangka Raya. Kasus kekerasan seksual akibat orang terdekat memang dominan dia tangani, sejalan dengan data Polresta Palangka Raya.
Menurut dia, dalam mencegah kasus kekerasan seksual, penting mewujudkan lingkungan yang aman bagi kelompok rentan, dalam hal ini perempuan dan anak. Baik di lingkungan bermasyarakat maupun lingkungan keluarga.
“Misalnya di ruang publik, untuk memperkecil potensi kekerasan seksual itu, penting memerhatikan keamanan fasilitas publik, seperti transportasi yang aman, jalan yang tidak gelap ketika dilalui kelompok rentan di malam hari,” ujar dia.
Sementara di lingkungan keluarga, kelompok rentan harus dipastikan berada di lingkungan yang aman dengan tidak menjadi pelaku dari kekerasan seksual itu sendiri.
Orangtua juga harus membangun komunikasi yang lekat dengan anak.
“Sebelum hal-hal buruk terjadi atau sudah terlanjur parah, kita bisa lakukan pencegahan-pencegahan, karena kan anak-anak ini bercerita apa saja kepada orangtuanya, kita harus bisa menangkap potensi terjadinya hal-hal buruk dari cerita anak tadi,” ujar dia.