Safenet Berharap Ada Konsultasi Publik soal Pembatasan Usia Bermedsos
JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Eksekutif Southeast Asia Freedom of Expression Network (Safenet) Nenden Sekar Arum berharap pemerintah terlebih dahulu melakukan konsultasi publik sebelum menerapkan aturan membatasi usia penggunaan media sosial (medsos).
Nenden memahami jika wacana pemerintah tersebut dalam rangka memberikan perlindungan anak-anak di ranah digital.
"Jadi harapannya sebelum PP atau Permen (Peraturan Menteri) itu muncul, ada konsultasi publik yang lebih luas dulu, sehingga bisa menerima atau mendapat masukan yang lebih komprehensif juga. Ya sama tujuannya tentu saja untuk melindungi anak," kata Nenden saat dihubungi Kompas.com, Selasa (14/1/2025) malam.
Nenden sepakat terhadap pemerintah, terutama Presiden RI Prabowo Subianto, yang menaruh perhatian besar pada perlindungan anak di ranah digital.
Kendati begitu, menurutnya, pemerintah juga perlu memastikan cara-cara yang dilakukan tidak berpotensi menimbulkan masalah lebih besar di kemudian hari.
Semisal, potensi baik yang timbul dari penggunaan media sosial justru semakin terbatas akibat adanya aturan tersebut.
"Nah, makanya, yang perlu dicek, daripada bikin aturan yang sangat restriktif, misalnya yang malah membatasi potensi yang baik dari internet atau media sosial, (lebih baik) bagaimana misalnya pemerintah bisa mendorong upaya-upaya literasi yang lebih banyak, lebih efektif," ujar dia.
Menurut Nenden, mendorong literasi jauh lebih penting daripada membuat aturan yang belum lengkap kajiannya.
Maka dari itu, ia meminta pemerintah memastikan soal kajian terhadap penyusunan aturan batasan penggunaan media sosial.
Ia tak ingin pemerintah tiba-tiba menerapkan aturan yang belum mendengarkan masukan dari banyak pihak.
"Menurutku itu (literasi) jadi lebih penting sebenarnya ketimbang bikin aturan-aturan yang kajiannya saja belum ada, misalnya belum mendengarkan masukan dari banyak pihak. Belum mempertimbangkan aspek risikonya, mempertimbangkan aspek lainnya yang mungkin berdampak sebaliknya dari pembatasan media sosial ini," ungkap Nenden.
Ia menambahkan, Australia juga terus melakukan kajian terhadap aturan pembatasan usia penggunaan medsos. Menurutnya, Indonesia harus jauh lebih menyeluruh dalam melakukan kajian sebelum benar-benar menerapkan aturan tersebut.
"Karena, kalau kita berkaca dari apa yang terjadi di Australia, misalnya, mereka kan juga sebetulnya masih eksploratif ya, belum menentukan bagaimana cara mereka akan mengetahui, misalnya, seseorang ini masih di bawah umur atau tidak," ungkapnya.
"Mereka juga masih berfikir apakah akan menggunakan metode ID Card, misalnya, atau menggunakan biometrik, itu pun sebenarnya belum diterapkan 100 persen di Australia," tambah Nenden.
Diberitakan sebelumnya, Menteri Komunikasi dan Digital (Komdigi) Meutya Hafid mengatakan, bakal mengeluarkan aturan pemerintah terkait wacana pengaturan batas usia mengakses medsos.
Aturan tersebut dikeluarkan untuk mengakomodasi usulan pembentukan UU yang mengatur tentang batasan usia mengakses media sosial, menyusul diberlakukannya hal serupa di Australia.
"Pada prinsipnya gini, sambil menjembatani aturan yang lebih ajeg, pemerintah akan mengeluarkan aturan pemerintah terlebih dahulu (mengenai batas usia mengakses medsos)," kata Meutya, usai bertemu Presiden Prabowo, di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat, Senin (13/1/2025).
Meutya mengakui, pembentukan UU tersebut bisa memakan waktu lama karena DPR masih mengkaji wacana tersebut.
Pihaknya juga ingin mempelajari pembatasan usia bermedsos ini secara lebih detail. Pemerintah, kata dia, bakal melibatkan DPR untuk membentuk aturan yang lebih kuat.
"Itu juga kami akan siapkan. Sambil menjembatani, sekali lagi, kita keluarkan aturan sambil bicara dengan DPR apa aturannya, UU seperti apa yang bisa kita keluarkan untuk melindungi anak-anak kita," beber dia.