Saksi Ikut Bikin Perusahaan Boneka Kasus Timah, Mundur 2 Minggu Kemudian

Saksi Ikut Bikin Perusahaan Boneka Kasus Timah, Mundur 2 Minggu Kemudian

Jaksa menghadirkan Agustiono sebagai saksi kasus dugaan korupsi pengelolaan timah. Agus mengaku pernah mendirikan perusahaan boneka, tapi mengundurkan diri 2 minggu kemudian.

Agus bersaksi untuk Terdakwa Helena Lim, Mochtar Riza Pahlevi Tabrani selaku mantan Direktur Utama PT Timah Tbk 2016-2021, Emil Ermindra selaku mantan Direktur Keuangan PT Timah Tbk periode 2016-2020, dan MB Gunawan selaku Direktur Utama PT Stanindo Inti Perkasa. Mulanya, Agus mengaku diajak bergabung mendirikan perusahaan boneka CV Rajawali Total Persada oleh Darwin.

"Apakah saksi pernah mendirikan CV Rajawali Total Persada?" tanya jaksa di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Rabu (6/11/2024).

"Benar," jawab Agus.

"Coba saksi ceritakan bagaimana proses pendiriannya, awal mulanya bagaimana?" tanya jaksa.

"Saya diajak almarhum Darwin, Pak," jawab Agus.

"Darwin ini siapa?" tanya jaksa.

"Yang punya CV Rajawali Total Persada," jawab Agus.

Dia mengaku hanya bergabung di CV Rajawali Total Persada selama 2 Minggu. Kemudian, dia mengundurkan diri lantaran ada ketidakcocokan dengan Darwin.

"Tanggal 29 Oktober 2018 itu pendiriannya, akta pendiriannya. Nah cuman saya tanggal 13 November-nya sudah mengundurkan diri," jawab Agus.

Agus mengatakan Darwin menyampaikan bila pendirian CV Rajawali untuk kegiatan penambangan timah. Dia mengatakan Darwin juga tak pernah menyampaikan jika CV Rajawali akan bekerja sama dengan PT Timah.

"Tujuan dibentuknya CV Rajawali Total Persada ini apa, Saksi?" tanya jaksa.

"Awalnya Darwin itu ajak gabung di CV itu untuk nambang timah," jawab Agus.

"Apakah pernah dia menyampaikan ada kerja sama dengan PT Timah?" tanya jaksa.

"Tidak, Pak," jawab Agus.

Agus mengatakan selama dua Minggu sejak pendirian, tak ada kegiatan operasional yang dilakukan di CV Rajawali Total Persada. Dia mengatakan CV Rajawali tidak memiliki karyawan saat itu.

"Apakah ada kegiatan tidak?" tanya jaksa.

"Belum pernah ada kegiatan," jawab Agus.

"Apakah ada pernah Saudara melihat bukti pembayaran dari PT Timah?" tanya jaksa.

"Memang belum ada kegiatan," jawab Agus.

"Setelah Saudara saksi keluar dari CV Rajawali Total Persada, apakah saksi pernah mendengar, CV ini digunakan?" tanya jaksa.

"Saya tidak tahu," jawab Agus.

Dalam surat dakwaan yang dibacakan Rabu (21/8), jaksa menyebut ada 12 perusahaan cangkang atau boneka yang digunakan untuk pengiriman bijih timah antara smelter swasta dan PT Timah Tbk. Perusahaan cangkang itu mendapat surat perintah kerja (SPK) jasa borongan pengangkutan oleh PT Timah Tbk.

Pembayaran terkait pengiriman bijih timah juga dikirimkan ke rekening 12 perusahaan cangkang tersebut. Rekening itu dikendalikan oleh lima smelter swasta yang bekerja sama dengan PT Timah terkait sewa peralatan processing pelogaman timah.

Adapun lima smelter swasta itu adalah PT Refined Bangka Tin, PT Stanindo Inti Perkasa, PT Tinindo Internusa, PT Sariwiguna Binasentosa dan CV Venus Inti Perkasa. Lalu, 12 perusahaan cangkang itu adalah CV Bangka Karya Mandiri, CV Belitung Makmur Sejahtera, CV Semar Jaya Perkasa, CV Bukit Persada Raya, CV Sekawan Makmur Sejati, CV Bangka Jaya Abadi, CV Rajawali Total Persada, CV Sumber Energi Perkasa, CV Mega Belitung, CV Mutiara Jaya Perkasa, CV Babel Alam Makmur dan CV Babel Sukses Persada.

Jaksa mengatakan kerugian keuangan negara akibat pengelolaan timah dalam kasus ini mencapai Rp 300 triliun. Perhitungan itu didasarkan pada Laporan hasil audit penghitungan kerugian keuangan negara di kasus timah yang tertuang dalam Nomor PE.04.03/S-522/D5/03/2024 tertanggal 28 Mei.

"Telah mengakibatkan keuangan keuangan Negara sebesar Rp 300.003.263.938.131,14 atau setidaknya sebesar jumlah tersebut berdasarkan Laporan Hasil Audit Penghitungan Kerugian Keuangan Negara Perkara Dugaan Tindak Pidana Korupsi Tata Niaga Komoditas Timah Di Wilayah Ijin Usaha Pertambangan (IUP) di PT Timah, Tbk Tahun 2015 sampai dengan Tahun 2022 Nomor PE.04.03/S-522/D5/03/2024," ungkap jaksa saat membacakan dakwaan Helena Lim di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Rabu (21/8).

Sumber