Saksi Korupsi di Basarnas Mengaku Beri Keterangan Ngawur ke Penyidik KPK agar Cepat Pulang
JAKARTA, KOMPAS.com - Analis Kepegawaian Ahli Madya Badan SAR Nasional (Basarnas), Kundori, mengaku menjawab pertanyaan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dengan ngawur agar pemeriksaan cepat selesai dan ia segera pulang.
Kundori dipanggil penyidik dalam kapasitasnya sebagai Ketua Kelompok Kerja (Pokja) pengadaan rescue carrier vehicle (RCV) di Basarnas tahun 2014.
Pengakuan ini disampaikan Kundori ketika dicecar sebagai saksi dalam sidang perkara pengadaan truk angkut 4 WD dan RCV di Basarnas di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat.
Dalam persidangan itu, anggota Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Alfis Setiawan, mengonfirmasi keterangan Kundori dalam berita acara pemeriksaan (BAP) ketika diperiksa penyidik KPK.
“Di poin 13, saudara Anjar Sulistiyono selaku PPK mengarahkan tim Pokja atas lelang apa dan siapa pemenangnya. Ada ini keterangan saudara?” tanya Hakim Alfis, di ruang sidang, Selasa (16/1/2025).
Kundori membenarkan keterangan itu ia sampaikan kepada penyidik.
Namun, menurutnya, keterangan itu ia sampaikan karena harus menjawab pertanyaan penyidik.
Jika pertanyaan tidak dijawab, maka pemeriksaan tidak berlanjut ke pertanyaan berikutnya.
Saat itu, kata Kundori, ia terbata-bata menjawab pertanyaan itu karena sebenarnya dirinya mempertanyakan pertanyaan penyidik KPK.
“Pertanyaan itu harus dijawab. Padahal, sementara saya juga gelagapan siapa, artinya apa? Begitu pertanyaan itu dijawab agar pertanyaan selanjutnya terisi agar cepat pulang, ya itu seperti itu yang harus saya jawab,” ujar Kundori.
“Itu asumsi saya,” tambahnya.
Mendengar ini, Hakim Alfis menjelaskan pihaknya mengajukan pertanyaan secara umum dan tidak spesifik terkait pengadaan di Basarnas.
Sebab, berdasarkan keterangan saksi lain dalam persidangan sebelumnya, dijelaskan bahwa pemenang lelang proyek pengadaan di Basarnas telah ditentukan di awal.
“Saudara memahami bahwa di Basarnas seperti itulah adanya?” tanya Hakim Alfis.
Kundori mengungkapkan bahwa keterangan dalam BAP itu hanya menurut asumsi pribadinya.
Secara umum, ia kurang paham dan saat menjawab penyidik dalam keadaan grogi.
“Saya ini sebenarnya ngawur, dalam artian kok langsung nunjuk nama, padahal itu belum tentu yang nyuruh dia. Terus belum tentu kapan nyuruhnya, apa benar enggak? Karena dari awal sebenarnya soal pelaksanaan lelang ini saya enggak pernah paham,” ujar Kundori.
Dalam perkara ini, Basarnas membeli sekitar 30 truk angkut personel 4 WD dengan pembiayaan Rp 42.558.895.000.
Padahal, dana yang sebenarnya digunakan untuk pembiayaan itu hanya Rp 32.503.515.000.
Artinya, terdapat selisih pembayaran sebesar Rp 10.055.380.000.
Sementara itu, pembayaran 75 rescue carrier vehicle sebesar Rp 43.549.312.500 dari nilai pembiayaan sebenarnya Rp 33.160.112.500.
Artinya, terdapat selisih Rp 10.389.200.000.
Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) kemudian memasukkan selisih itu sebagai kerugian negara dalam Laporan Hasil Perhitungan Investigatif.
Jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendakwa Max memperkaya diri sendiri Rp 2,5 miliar, memperkaya Direktur CV Delima Mandiri sekaligus penerima manfaat PT Trikarya Abadi Prima, William Widarta, selaku pemenang lelang dalam proyek ini sebesar Rp 17.944.580.000.
Perbuatan mereka disebut merugikan keuangan atau perekonomian negara sebesar Rp 20.444.580.000.