Sampai Disorot MA, Sopan Meringankan Putusan dari Mana Awalnya?

Sampai Disorot MA, Sopan Meringankan Putusan dari Mana Awalnya?

Publik ramai menyoroti kata ‘sopan’ yang ada dalam hal meringankan di sejumlah vonis terdakwa, Mahkamah Agung (MA) bahkan sampai ikut mengomentari perihal pertimbangan sikap sopan itu. Lalu, sebenarnya dari mana awalnya sikap sopan bisa dipakai majelis hakim dalam memberikan keringanan kepada terdakwa?

Menurut Kitab Hukum Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), ada beberapa hal keadaan atau kondisi yang dapat menjadi pengurang hukum pidana bagi terdakwa. Apakah sikap sopan bisa meringankan hukuman?

Alasan kesopanan itu muncul pada Putusan Mahkamah Agung pada 2006. Hal ini kemudian menjadi yurisprudensi atau serangkaian putusan hukum yang dikeluarkan oleh pengadilan yang kemudian memiliki kekuatan hukum yang mengikat atau persuasif.

Adapun putusan MA yang menjadi yurisprudensi terkait sikap sopan dapat meringankan hukuman pidana, sebagai berikut

  1. Putusan Mahkamah Agung Nomor 572 K/PID/2006
  • Terdakwa berlaku sopan di persidangan- Terdakwa mengakui terus terang perbuatannya- Terdakwa belum pernah dihukum- Terdakwa menyesali perbuatannya.
  1. Putusan Mahkamah Agung Nomor 2658 K/PID.SUS/2015

-Terdakwa belum pernah dihukum-Terdakwa bersikap sopan dalam persidangan.

Juru Bicara MA, Yanto, pada intinya mengatakan pertimbangan memberatkan dan meringankan pidana itu sudah diatur dalam KUHAP pasal 197. Menurutnya, hal memberatkan dan meringankan itu wajib dicantumkan dalam putusan.

Pasal 197 diketahui memuat soal surat putusan pemidanaan. Pasal 197 terdiri atas tiga ayat. Ayat (1) huruf f berbunyi, ‘Pasal peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar pemidanaan atau tindakan dan pasal peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar hukum dari putusan, disertai keadaan yang memberatkan dan yang meringankan terdakwa’.

"Jadi KUHAP kita kan mengatur, jadi sebelum menjatuhkan pidana kepada terdakwa, itu perlu dipertimbangkan hal yang memberatkan dan yang meringankan, 197 (KUHAP) kalau nggak salah ya. Itu jadi wajib dicantumkan hal-hal yang memberatkan, yang meringankan. Nah itu kan pertimbangan memberatkan meringankan itu kan secara umum," kata Yanto.

Namun, pertimbangan sikap sopan itu memang tidak diatur dalam KUHAP. Sikap sopan itu, kata Yanto, adalah pertimbangan khusus.

"Tapi kadang-kadang ada pertimbangan secara khusus, ada juga gitu, misalnya yang meringankan itu kan sopan, mengakui belum pernah dihukum, kan begitu," imbuh Yanto.

Dia mencontohkan pertimbangan khusus yang diberikan oleh hakim, seperti halnya pelaku kecelakaan lalu lintas yang siap untuk menyekolahkan korban. Menurutnya pertimbangan tersebut bisa diberikan oleh hakim saat memutus perkara.

"Tapi kadang ada pertimbangan yang secara khusus, yang bisa lebih meringankan lagi, misalnya saja, tatkala terjadi kecelakaan, ini misalnya ya, kecelakaan, terus kemudian ternyata cacat kakinya, terus itu pelaku ternyata sanggup menyekolahkan sampai kuliah, itu kan ada pertimbangan khusus di luar pertimbangan umum gitu," katanya.

Menurut Yanto, pemberian pertimbangan yang dapat meringankan seorang terdakwa diatur di dalam undang-undang. Dia mengatakan, apabila pertimbangan tersebut tidak ingin diterapkan oleh hakim, perlu perubahan dalam undang-undang.

"Nah kalau mau dihapus, wong undang-undang seperti itu, ya lagi-lagi kalau mau dihapus ya diubah dulu, ya seperti itu," katanya.

Simak Video ‘MA Soal Sikap Sopan Bisa Ringankan Vonis Wong UU-nya Seperti Itu’

[Gambas Video 20detik]

Sumber