Sejarah Heroik Gereja Gedangan Semarang dan Soegijapranata dalam Perjuangan Kemerdekaan
SEMARANG, KOMPAS.com – Di balik keanggunan Gereja Paroki Santo Yosef, atau yang lebih dikenal dengan nama Gereja Gedangan Semarang, tersimpan kisah heroik perjuangan Monsinyur Albertus Soegijapranata.
Gereja ini menjadi saksi bisu keberanian Uskup Agung Pribumi pertama Indonesia dalam membantu para pejuang kemerdekaan selama Perang Lima Hari di Semarang.
Terletak di Jalan Ronggowarsito, Gereja Gedangan merupakan salah satu bangunan tertua di Kota Semarang.
Dibangun pada abad ke-19, gereja ini tidak hanya berfungsi sebagai pusat peribadatan umat Katolik, tetapi juga sebagai tempat perlindungan selama masa penjajahan Jepang.
Saat perang meletus pada 15-19 Oktober 1945, gereja ini menjadi lokasi persembunyian bagi para pejuang yang kocar-kacir dari serangan tentara Jepang.
“Banyak pejuang bersembunyi di Gereja Gedangan melalui pintu belakang. Tempat ini menjadi salah satu lokasi persembunyian yang aman bagi mereka,” ungkap Pemerhati Sejarah Kota Semarang, Johanes Cristiano, kepada Kompas.com, Senin (25/12/2024).
KOMPAS.COM/Muchamad Dafi Yusuf Gereja Paroki Santo Yosef atau yang sering disebut Gereja Gedangan Kota Semarang, Jawa Tengah.
Sebagai pemimpin umat Katolik, Monsinyur Albertus Soegijapranata tidak hanya memimpin secara spiritual, tetapi juga mengambil keputusan politik yang berani.
Ia secara tegas memihak Republik Indonesia dan mendukung perjuangan kemerdekaan.
Keputusan ini menempatkannya dalam posisi penting dalam perjuangan rakyat Semarang, bahkan membuat pasukan Jepang enggan menyerbu gereja tersebut, meskipun mereka mengetahui keberadaan para pejuang.
“Keputusan politik Monsinyur Soegijapranata yang mendukung Republik Indonesia menjadi pelindung bagi para pejuang. Dukungan dari gereja Katolik internasional, termasuk Vatikan, juga memberi pengaruh besar,” ujar Johanes.
Dok. Wikipedia.org Monsinyur Albertus Soegijapranata, Uskup Agung Pribumi Pertama di Indonesia.
Ketika tentara Jepang menguasai Semarang, mereka kerap melakukan penangkapan dan penggeledahan di berbagai lokasi strategis.
Namun, Gereja Gedangan tetap aman dari penguasaan Jepang.
Soegijapranata dengan berani melindungi para pejuang, meskipun menyadari risiko yang mungkin terjadi.
Gereja Gedangan memiliki hubungan erat dengan gereja Katolik internasional, yang diduga menjadi salah satu alasan Jepang enggan menyerbu tempat tersebut.
Gereja ini dianggap sebagai simbol yang dilindungi secara diplomatik, sehingga Jepang memilih untuk menghindari konflik langsung.
Kondisi ini memberikan ruang bagi para pejuang untuk berlindung dan merancang strategi selanjutnya.
Keberanian Soegijapranata dalam menghadapi Jepang menjadi salah satu momen penting yang menunjukkan peran gereja dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia.
“Jepang saat itu sudah kalah perang dan Gereja Katolik punya dukungan dari luar,” ungkap Johanes.
Monsinyur Albertus Soegijapranata, sebagai Uskup Agung Pribumi Pertama di Indonesia, meninggalkan jejak yang tidak terlupakan dalam sejarah bangsa.
Gereja Gedangan tidak hanya menjadi tempat ibadah, tetapi juga simbol perjuangan dan keberanian di tengah kondisi yang sulit.