Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto Jadi Tersangka, Berikut Fakta-faktanya...
JAKARTA, KOMPAS.com - Kasus suap eks kader PDI Perjuangan (PDIP), Harun Masiku, memasuki babak baru.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Sekretaris Jenderal PDIP Hasto Kristiyanto (HK) sebagai tersangka dalam kasus suap terhadap Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Wahyu Setiawan.
Penetapan ini berdasarkan Surat Perintah Penyidikan Nomor Sprin.Dik/153/DIK.00/01/12/2024 tertanggal 23 Desember 2024.
Selain itu, Hasto juga ditetapkan sebagai tersangka karena diduga merintangi penyidikan atau obstruction of justice (OOJ) dalam kasus Harun Masiku.
“Penyidik menemukan adanya bukti keterlibatan saudara HK yang bersangkutan selaku Sekjen PDI Perjuangan dan saudara DTI selaku orang kepercayaan saudara HK dalam perkara dimaksud,” kata Ketua KPK Setyo Budiyanto dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Selasa (24/12/2024) petang.
Penetapan ini sekaligus mengonfirmasi kabar yang telah beredar sejak Selasa pagi di media sosial, yang menyebutkan bahwa Hasto kini telah berstatus tersangka.
Meskipun kini telah berstatus tersangka, namun ada sejumlah pertanyaan. Salah satunya, ihwal lamanya Komisi Antirasuah dalam menangani kasus yang penyidikannya sudah dimulai sejak tahun 2019 itu.
Setyo berdalih, KPK memerlukan waktu yang cukup, mulai dari penyitaan barang hingga memeriksa sejumlah saksi, hingga akhirnya dapat menemukan petunjuk untuk menetapkan Hasto sebagai tersangka.
"Di situlah kemudian kita mendapatkan banyak bukti dan petunjuk yang kemudian menguatkan keyakinan penyidik untuk melakukan tindakan untuk mengambil keputusan tentu melalui proses, tahapan-tahapan sebagaimana yang sudah diatur di Kedeputian Penindakan,” ujarnya.
Berikut fakta-fakta penetapan tersangka Hasto sebagai tersangka
Persoalan ini bermula saat Hasto menempatkan Harun Masiku pada Dapil 1 Sumatera Selatan (Sumsel). Padahal, Harun Masiku berasal dari Sulawesi Selatan.
Alhasil, Harun Masiku hanya mendapatkan suara sebanyak 5.878. Sedangkan caleg atas nama Riezky Aprilia mendapatkan suara sebanyak 44.402.
Setyo menuturka, di dalam proses pemilihan legislatif, Riezky Aprilia semestinya mendapatkan limpahan suara dari Nazarudin Kiemas yang meninggal dunia.
Namun, Hasto justru melakukan sejumlah upaya demi memenangkan Harun, alih-alih melimpahkan suara tersebut.
Pertama, Hasto mengajukan judicial review ke Mahkamah Agung pada 24 Juni 2019. Kedua, Hasto menandatangani surat permohonan judicial review bernomor 2576/ex/dpp/viii/2015 tertanggal 5 Agustus 2019.
"Namun setelah ada putusan dari Mahkamah Agung, KPU tidak mau melaksanakan putusan tersebut. Oleh Sebab itu, Hasto meminta fatwa kepada MA," ungkap Setyo.
ANTARA FOTO/Indrianto Eko Suwarso/rwa Ketua KPK Setyo Budiyanto memberikan keterangan pers terkait penetapan tersangka Sekjen PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Selasa (24/12/2024). Hasto Kristiyanto ditetapkan sebagai tersangka atas dugaan penyuapan dan perintangan penyidikan dalam kasus suap terhadap mantan Komisioner KPU Wahyu Setiawan terkait pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR periode 2019-2024 yang dilakukan tersangka Harun Masiku.
Tak berhenti di situ, Hasto secara paralel meminta Riezky mengundurkan diri untuk diganti Harun Masiku. Namun, Riezky tetap menolak.
Bahkan, Hasto pernah meminta eks kader PDIP Saeful Bahri menemui Riezky yang tengah berada di Singapura untuk memintanya mundur. Lagi-lagi, permintaan itu ditolak.
Karena terus menerus menolak, Hasto menahan surat undangan pelantikan Riezky sebagai anggota DPR, dan memintanya untuk mundur setelah dilantik.
Karena tak kunjung berhasil, Hasto kemudian mencoba menyuap Komisioner KPU Wahyu Setiawan dan Komisioner Bawaslu Agustiani Tio F untuk memuluskan aksinya.
Upaya itu dilakukan Hasto bekerja sama dengan Harun Masiku, Saeful Bahri, serta orang kepercayaannya, Donny Tri Istiqomah.
"Saudara Wahyu merupakan kader PDI Perjuangan yang menjadi komisioner di KPU," ungkap Setyo.
Bahkan pada 31 Agustus 2019, Hasto menemui Wahyu untuk meminta dan memenuhi dua usulan yang diajukan DPP PDI Perjuangan dalam menetapkan caleg yang keluar sebagai pemenang, yaitu Maria Lestari Dapil 1 Kalbar dan Harun Masiku Dapil 1 Sumsel.
Setyo mengatakan, dari pengembangan penyidikan, ditemukan bukti petunjuk bahwa sebagian uang yang digunakan untuk menyuap Wahyu berasal dari Hasto.
Selain itu, Hasto juga berperan dalam mengatur perencanaan sampai dengan penyerahan uang kepada Wahyu dengan mengendalikan Saeful dan Donny Tri Istiqomah.
Tak hanya itu, Hasto mengatur dan mengendalikan Donny untuk aktif mengambil dan mengantarkan uang suap untuk diserahkan kepada Wahyu melalui Tio.
"Hasto bersama dengan Harun Masiku, Saeful Bahri dan Donny Tri Istiqomah melakukan penyuapan terhadap Wahyu Setiawan dan Agustina Tio Fridelina sebesar SGD 19.000 dan SGD 38.350 pada periode 16 Desember 2019 sampai dengan 23 Desember 2019 agar Harun Masiku dapat ditetapkan sebagai anggota DPR RI periode 2019-2024 dari Dapil I Sumsel," kata dia.
Dokumentasi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Foto DPO Harun Masiku
Sementara itu, dalam perkara perintangan penyidikan, Hasto diduga memerintahkan Nur Hasan, penjaga rumah yang biasa digunakan sebagai kantornya, untuk menelepon Harun Masiku, merendam handphonenya di dalam air dan melarikan diri.
Perintah itu diberikan Hasto pada 8 Januari 2020, ketika KPK hendak melakukan operasi tangkap tangan.
Selain itu, Hasto juga diduga memerintahkan Kusnadi, untuk menenggelamkan handphonenya agar tidak ditemukan penyidik pada 6 Juni 2024, sebelum ia diperiksa KPK.
menenggelamkan handphone agar tidak ditemukan penyidik.
"HK mengumpulkan beberapa saksi terkait dengan perkara Harun Masiku dan mengarahkan agar saksi tidak memberikan keterangan yang sebenarnya," kata Setyo.
Berdasarkan hal tersebut, KPK menetapkan Hasto sebagai tersangka perintangan penyidikan kasus Harun Masiku melalui Surat Perintah Penyidikan Nomor Sprin.Dik/ 152/DIK.00/01/12/2024, pada 23 Desember 2024.