Sempat Buron 7 Bulan, Ini Peran Vital WN Ukraina Inisiator Lab Narkoba Bali
Bareskrim Polri menangkap warga negara Ukraina, Roman Nazarenco, yang berperan sebagai pengendali pabrik narkoba di salah satu vila di kawasan Badung, Bali. Roman merupakan inisiator pembuatan basement pada vila untuk dijadikan tempat produksi narkoba.
Hal itu diungkap oleh Direktur Tindak Pidana Narkoba Bareskrim Polri Brigjen Mukti Juharsa dalam jumpa pers di Bandara Soekarno-Hatta, Cengkareng. Mukti mengatakan Roman merupakan otak pengendali laboratorium narkoba itu.
"Dia yang mengendalikan cara pembuatan dari mulai dia bikin laboratorium sampai dia juga yang mesan barang," kata Mukti, Minggu (22/12/2024).
"Dia juga yang membuat basement ya, karena vila kan beda tuh, waktu di Bali ada vila yang tanpa basement tapi dia ada basement di dalam sendiri, underground. Itulah mereka yang merancang," ungkapnya.
Penggerebekan pada vila di Bali itu dilakukan oleh Bareskrim Polri pada Kamis (2/5) lalu. Tiga orang yang terdiri dari dua pria kembar warga Ukraina Ivan Volovod atau IV dan Mikhayla Volovod dan seorang warga Rusia bernama Konstantin Krutz ditangkap.
Roman sendiri tidak ada di lokasi saat penggerebekan di Bali terjadi pada Mei silam. Dia kemudian buron selama tujuh bulan terakhir.
"Maka inilah otaknya daripada tiga orang (tersangka) yang ditangkap kemarin," sebut Mukti.
Adapun modus operandi yang digunakan sindikat ini yakni membuat clandestine lab narkoba di tengah-tengah pemukiman penduduk. Pemilihan tempat itu sebagai kamuflase untuk menyamarkan kegiatan terselubung para tersangka.
Pada vila itu mereka mendirikan laboratorium narkoba rahasia, tepatnya di area basement. Sebanyak dua clandestine lab sekaligus dioperasikan pada tempat itu.
Ini juga menjadi yang pertama kalinya terjadi di Indonesia. Sebab, selama ini, clandestine lab narkoba berdiri sendiri. Tapi di vila ini, mereka membuat laboratorium hidroponik dan juga kimiawi sekaligus dalam satu tempat.
Di salah satu ruangan, terdapat clandestine lab memphedrone, bahan baku ekstasi. Sementara ruangan lainnya, jaringan narkoba ini memanfaatkannya untuk budidaya ganja hidroponik.
Pabrik narkoba rahasia ini menghasilkan 10 kilogram ganja hidroponik dalam sekali panen dan 100 gram mefedron dalam bentuk kristal dan serbuk dalam sekali produksi.
Jaringan yang menamakan diri ‘Hydra Indonesia’ ini menggunakan teknologi digital. Mulai dari tahapan produksi, distribusi hingga transaksi dilakukan melalui dunia nyata maupun dunia digital. Sementara pembayarannya menggunakan mata uang kripto.
Selama 6 bulan beroperasi, pabrik itu diduga telah meraup keuntungan dalam bentuk kripto sebesar Rp 4 miliar.
Akibat perbuatannya, Roman terancam melanggar Pasal 114 Undang-undang Narkotika dengan ancaman hukuman mati dan denda hingga Rp 10 miliar.
"Pasal yang dilanggar adalah pasal 114 subsider 112, subsider 127, ancaman hukuman mati, minimal 5 tahun, dengan denda Rp 10 miliar," imbuh Mukti.