Serba Salah KPK Urusan LHKPN Abal-abal
KPK mengungkap masih banyak pejabat yang melaporkan harta kekayaannya asal-asalan. Namun, di satu sisi KPK tidak bisa memberikan sanksi jika pejabat itu tidak memberikan laporan harta kekayaan penyelenggara negara (LHKPN).
Dalam praktiknya, jika pejabat itu tidak melaporkan hartanya, KPK hanya bisa memberikan rekomendasi. Hal itu tertuang pula dalam Peraturan KPK Nomor 3 Tahun 2024 tepatnya pada Pasal 21, isinya
(1) Dalam hal Penyelenggara Negara a. terlambat melaporkan LHKPN;b. tidak melaporkan harta dalam LHKPN secara lengkap dan benar;c. tidak memenuhi undangan klarifikasi dalam rangka pemeriksaan LHKPN;d. tidak melakukan perbaikan LHKPN atas hasil konfirmasi/klarifikasi sesuai dengan ketentuan pelaporan LHKPN; dan/ataue. tidak melaporkan LHKPN.
Lantas hingga kini, KPK tak bisa berbuat banyak. Tetapi, dari beberapa kasus yang ditangani sebelumnya, fakta di LHKPN bisa berbuah modal awal KPK untuk melakukan penyelidikan. Salah satu contohnya kasus Rafael Alun.
KPK menyampaikan rekomendasi kepada pimpinan kementerian/lembaga, pemerintah daerah, badan usaha milik negara, badan usaha milik daerah, anak perusahaan badan usaha milik negara, dan badan usaha milik daerah tempat Penyelenggara Negara berdinas untuk memberikan sanksi kepada Penyelenggara Negara.
(2) Terlambat melaporkan LHKPN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a merupakan pelaporan yang melewati tanggal 31 Maret pada tahun berjalan.(3) Tidak melaporkan LHKPN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d merupakan tindakan tidak melapor LHKPN sampai dengan tanggal 31 Desember tahun berjalan.
(4) Dalam hal Penyelenggara Negara merupakan anggota legislatif, Komisi menyampaikan rekomendasi kepada pimpinan partai politik atau Majelis Etik Partai atau Mahkamah Kehormatan Dewan untuk memberikan sanksi sesuai kode etik yang berlaku.
Saking konyolnya, ada pejabat yang melaporkan Toyota Fortuner miliknya seharga Rp 6 juta. Bahkan KPK mengaku heran.
Hal itu disampaikan Ketua sementara KPK Nawawi Pomolango dalam acara Penyerahan Sertifikat SMAP, Penganugerahan Insan Antigratifikasi, dan Seminar Nasional Peringatan Hari Antikorupsi Sedunia (Hakordia), di gedung Mahkamah Agung (MA), Jakarta Pusat, Senin (9/12). Nawawi awalnya bicara ada pihak yang tidak jujur dalam pengisian LHKPN.
"Hanya saja, ada yang kita sebutkan tadi, kita minta perhatian dari pemerintah bahwa ternyata pengisiannya (LHKPN) itu lebih banyak abal-abal daripada benarnya. Fakta pengisian (LHKPN) itu nggak bener lebih banyak gitu," kata Nawawi.
Dia kemudian mengungkapkan temuan tim KPK, yakni ada pihak yang mencantumkan mobil Toyota Fortuner seharga Rp 6 juta. Dia pun berkelakar ingin membeli 10 Fortuner apabila seharga Rp 6 juta.
"Pengisian LHKPN kan lebih banyak amburadulnya, ada Fortuner diisi harganya Rp 6 juta, kita nanya ke dia gitu di mana dapat Fortuner Rp 6 juta? Kita pengin beli juga 10 gitu kan, itu kan kondisi yang ada," ungkapnya.
Lihat juga Video Rincian LHKPN Verrell Bramasta yang Capai Rp 51 M
[Gambas Video 20detik]
Baca selengkapnya di halaman selanjutnya.
penyelenggara negara itu wajib melaksanakan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara atau lazim disingkat LHKPN. KPK sendiri diberi amanah berupa wewenang untuk melakukan pendaftaran dan memeriksa LHKPN tersebut.
Definisi penyelenggara negara sendiri, oleh KPK, diejawantahkan dalam Peraturan KPK Nomor 3 Tahun 2024, yang merupakan perubahan kedua dari Peraturan KPK Nomor 7 Tahun 2016 tentang Tata Cara Pendaftaran, Pengumuman, dan Pemeriksaan LHKPN. Pertanyaannya Siapa saja yang dimaksud penyelenggara negara?
Dalam Peraturan KPK itu disebutkan pada Pasal 4A yaitu
(1) Penyelenggara Negara yang wajib melaporkan LHKPN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) terdiri atas a. pejabat negara pada lembaga tertinggi negara;b. pejabat negara pada lembaga tinggi negara;c. menteri;d. gubernur;e. hakim;f. pejabat negara yang lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku; dang. pejabat lain yang memiliki fungsi strategis dalam kaitannya dengan penyelenggara negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(2) Pejabat negara yang lain dalam ketentuan ini misalnya a. kepala perwakilan Republik Indonesia di luar negeri yang berkedudukan sebagai duta besar luar biasa dan berkuasa penuh;b. wakil gubernur;c. bupati/wali kota; dand. wakil bupati/wakil wali kota.
(3) Pejabat lain yang memiliki fungsi strategis merupakan pejabat yang tugas dan wewenangnya di dalam melakukan penyelenggaraan negara rawan terhadap praktek korupsi, kolusi, dan nepotisme, yang meliputi a. ketua, wakil ketua, dan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah;b. pimpinan lembaga atau pejabat setingkat menteri;c. wakil menteri atau wakil pimpinan lembaga;d. direksi, komisaris, dan pejabat struktural lainnya pada badan usaha milik negara dan badan usaha milik daerah serta anak perusahaan badan usaha milik negara dan badan usaha milik daerah;e. Pimpinan Bank Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan, dan Lembaga Penjamin Simpanan, serta ketua dan anggota badan supervisi Bank Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan, dan Lembaga Penjamin Simpanan;f. pimpinan perguruan tinggi negeri;g. pejabat eselon I dan pejabat lain yang disamakan di lingkungan sipil, militer, dan Kepolisian Negara Republik Indonesia;h. staf khusus menteri atau pimpinan lembaga;i. jaksa;j. penyidik termasuk penyidik pegawai negeri sipil;k. panitera pengadilan;l. juru sita pengadilan;m. pemimpin dan bendaharawan proyek;n. kepala dan wakil kepala instansi vertikal kementerian/lembaga di lingkungan sipil, militer, dan Kepolisian Negara Republik Indonesia;o. pimpinan tinggi pratama atau pejabat lain yang disamakan di lingkungan sipil, militer, dan Kepolisian Negara Republik Indonesia;p. pemeriksa, auditor, atau pejabat yang menjalankan tugas dan fungsi sejenis;q. pejabat pembuat komitmen;r. pejabat publik yang mengelola anggaran atau keuangan di atas Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah);s. pejabat fungsional pengadaan barang dan jasa; dant. jabatan lain yang memiliki fungsi strategis sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Selain kategori di atas, KPK menyertakan pada Pasal 4A ayat (4) yaitu institusi-institusi bisa juga menetapkan sendiri penyelenggara negara untuk wajib LHKPN selain yang sudah ditentukan di atas. Begini bunyi pasalnya
(4) Kementerian/lembaga, pemerintah daerah, badan usaha milik negara, badan usaha milik daerah, anak perusahaan badan usaha milik negara, dan badan usaha milik daerah dapat menetapkan Penyelenggara Negara yang wajib melaporkan LHKPN selain dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3).
Lihat juga Video Rincian LHKPN Verrell Bramasta yang Capai Rp 51 M
[Gambas Video 20detik]