Setahun Terakhir, Kontras Catat 57 Terdakwa Dijatuhi Hukuman Mati
JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi untuk Orang Hilang dan Tindak Kekerasan (Kontras) menyoroti masifnya penerapan hukuman mati untuk pelaku tindak pidana walaupun tindakan tersebut masuk pelanggaran hak asasi manusia (HAM).
Wakil Koordinator Kontras Andi Muhammad Rezaldy mengatakan, terdapat 29 sidang yang hasilnya akhirnya vonis pidana mati sepanjang periode Desember 2023 hingga November 2024.
Vonis itu dijatuhkan kepada 49 narapidana berstatus warga negara Indonesia (WNI) dan 8 warga negara asing (WNA).
“Berdasarkan pemantauan kami terdapat 29 vonis pidana mati dalam periode Desember 2023 hingga November 2024,” ujar Andi dalam agenda peluncuran Catatan Hari HAM KontraS 2024 Rezim Berganti, HAM Masih Disisihkan, Jumat (6/12/2024) di Jakarta.
“Nah berkenaan dengan pemberian vonis pidana mati ini, beberapa di antaranya yaitu terkait dengan peristiwa narkotika sebanyak 16, lalu peristiwa pembunuhan sebanyak 13,” katanya.
Selain itu, kata Andi, Kontras mendapatkan data 530 terpidana mati yang tersebar di 67 lembaga pemasyarakatan (lapas).
Andi menegaskan bahwa hukuman mati termasuk dalam kategori pelanggaran HAM. Sebab, hak setiap individu untuk hidup tidak boleh dibatasi.
“Kami mendorong tidak ada lagi pemberlakuan pemidanaan mati, dan kami juga menolak adanya kebijakan-kebijakan yang memberikan pemidanaan mati terhadap siapapun,” kata Andi.
Di sisi lain, Andi mengatakan bahwa tidak ada bukti bahwa pemberlakuan hukum mati bisa menekan angka tindak pidana.
Dia juga menyayangkan masih adanya pasal soal pidana mati dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang telah diperbarui.
“Namun, sayangnya ketika kami lakukan pemantauan kami melihat dari berbagai peraturan ada dalam KUHP yang baru disahkan pada awal 2023 dan akan berlaku 2026, pidana mati masih diatur, walaupun dengan syarat pemberlakuan yang lebih ketat,” ucap Andi.