Setelah 38 Tahun, Warga Kebon Kosong Akhirnya Terhubung Jaringan Air Bersih

Setelah 38 Tahun, Warga Kebon Kosong Akhirnya Terhubung Jaringan Air Bersih

JAKARTA, KOMPAS.com - Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jakarta melalui Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) PAM Jaya telah menyelesaikan pemasangan pipa air bersih untuk sebagian warga di area RW 04 hingga RW 09, Kebon Kosong, Kemayoran, Jakarta Pusat.

Direktur Utama PAM Jaya, Arief Nasrudin, mengatakan bahwa warga Kebon Kosong sebelumnya kesulitan mengakses air bersih selama 38 tahun atau lebih dari tiga dekade.

"Ini penantian (warga) selama 38 tahun untuk layanan air minum perpipaan buat warga Kebon Kosong. Masuk tiga dekade," kata Arief dalam keterangannya kepada Kompas.com, Sabtu (21/12/2024).

Pemasangan pipa jaringan sudah dimulai pada September 2023, dengan 20 rumah yang airnya telah mengalir.

"Untuk yang lainnya masih terus akan dikerjakan secara bertahap dan ditargetkan selesai di tahun 2024," ujarnya.

"Kami juga membangun reservoir air dengan kapasitas 200 meter kubik di wilayah itu agar memaksimalkan suplai air sampai ke rumah warga," ujarnya Arief.

Proyek ini merupakan bagian dari upaya Pemprov Jakarta untuk meningkatkan akses air bersih bagi seluruh warganya, terutama di daerah yang belum terjangkau.

Namun, Arief tak memungkiri bahwa sejumlah kendala serta tantangan terus dihadapinya demi mencapai target layanan air bersih 100 persen pada 2030.

"Kami masuk, melobi Pusat Pengelolaan Komplek Kemayoran (PPK Kemayoran) untuk memberikan izin menyalurkan air perpipaan," ucap Arief.

Pada 2023, Penjabat Gubernur Jakarta saat itu, Heru Budi Hartono, sempat meninjau wilayah Kebon Kosong, Jakarta Pusat, untuk memantau pemasangan instalasi air bersih.

"Dari warga yang menyampaikan ini ya, sudah 38 tahun belum mendapatkan sambungan air (bersih) PAM," ujar Heru Budi kepada wartawan, Jumat (24/12/2023).

Dalam kesempatan yang sama, Ketua RW 04 Kelurahan Kebon Kosong, Sardjono, mengungkapkan bahwa warga di wilayahnya telah menghadapi kesulitan air bersih sejak sebelum tahun 1992.

Selama itu, untuk kebutuhan minum dan memasak, warga terpaksa membeli air dari pedagang keliling yang beroperasi di wilayahnya.

"Kalau untuk minum kami beli di gerobak. Kalau mandi, air tanah masih bisa," ujar Sardjono.

Sumber