Shelter Tsunami di NTB Harusnya Bisa Tahan Gempa M 9 tapi Malah Dikorupsi
Dua orang tersangka ditahan KPK terkait korupsi pembangunan shelter tsunami di Nusa Tenggara Barat (NTB). Ide awalnya padahal shelter itu harus mampu menahan gempa berkekuatan magnitudo 9, tapi pembangunannya malah direkayasa.
Saat jumpa pers di KPK pada 30 Desember 2024, Direktur Penyidikan KPK Asep Guntur Rahayu mengatakan pembangunan shelter atau yang dalam paparan KPK disebut sebagai tempat evakuasi sementara (TES) adalah proyek pada 2014 di Kecamatan Pemenang, Lombok Utara, NTB. Sejauh ini ada 2 orang yang sudah dijerat sebagai tersangka oleh KPK.
Keduanya adalah Aprialely Nirmala dan Agus Herijanto. Saat proyek berlangsung, Aprialely menjabat sebagai Kepala Satuan Kerja Penataan Bangunan dan Lingkungan (Satker PBL) Kementerian PUPR Perwakilan NTB sekaligus pejabat pembuat komitmen (PPK) proyek, sedangkan Agus sebagai Kepala Proyek PT Waskita Karya selaku pemenang tender proyek tersebut.
Bagaimana uraian kasusnya?
Pada 2012, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menyusun rencana induk atau masterplan pengurangan risiko bencana tsunami. Dalam masterplan itu, terdapat pembangunan shelter yang harus tahan terhadap gempa dengan kekuatan 9 skala Richter (SR) atau yang kini diistilahkan magnitudo.
Kemudian pada 21 April 2014, Adjar Prajudi selaku Direktur Penataan Bangunan dan Lingkungan Kementerian PUPR menyurati Ika Sri Rezeki selaku Kepala Satuan Kerja Non Vertikal Tertentu Penataan Bangunan dan Lingkungan (SNVT PBL) NTB. Surat itu pada intinya meminta agar segera melaksanakan pembangunan shelter tsunami di NTB dengan pagu anggaran sekitar Rp 23 miliar di mana anggaran itu termasuk pengawasan dan pengelolaan.
Kemudian, Aprialely Nirmala malah mengubah Design Engineering Detail (DED) melalui bantuan Kepala Bidang Cipta Karya Dinas PU NTB bernama Sadimin. Padahal, menurut KPK, Aprialely Nirmala tidak mengetahui landasan atau dasar ilmiah apa yang digunakan sebagai dasar perubahan DED tersebut.
"Selain melakukan perubahan design, ternyata AN (Aprialely Nirmala) juga menurunkan spesifikasi tanpa kajian yang dapat dipertanggungjawabkan," kata Asep.
Singkatnya, kemudian desain yang direkayasa itu tetap menjadi acuan untuk pembangunan shelter tsunami di NTB. Lantas apa peran tersangka lainnya, yaitu Agus Herijanto?
"AH (Agus Herijanto) selaku Kepala Proyek dari PT Waskita Karya mengetahui dengan sadar bahwa dokumen lelang kondisinya masih tidak layak dijadikan sebagai acuan kerja," ucap Asep.
Selain itu, Asep mengatakan Agus Herijanto juga melakukan penyimpangan keuangan sebesar Rp 1,3 miliar. Namun Asep belum menjelaskan detail bagaimana hal itu dilakukan Agus Herijanto.
Dari penyidikan yang dilakukan KPK tersebut, KPK menjerat Aprialely Nirmala dan Agus Herijanto melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi atau UU Tipikor. Keduanya juga telah ditahan.
"Kerugian keuangan negara sebesar Rp 18.486.700.654," imbuh Asep.
Sedangkan kondisi shelter itu sendiri saat ini rusak usai 2 kali diguncang gempa, yaitu pada 29 Juli 2018 dengan kekuatan M 6,4 dan pada 5 Agustus 2018 dengan kekuatan M 7,0.
"Kondisi shelter rusak berat dan tidak bisa digunakan untuk berlindung," kata Asep.
Lihat juga Video ‘Detik-detik Pasutri di Dompu Terseret Banjir Bandang Bersama Rumahnya’
[Gambas Video 20detik]