Sidang Etik DKPP, Saksi PPK di Brebes Sebut Terima Suap Uang Puluhan Juta di Kresek Hitam

Sidang Etik DKPP, Saksi PPK di Brebes Sebut Terima Suap Uang Puluhan Juta di Kresek Hitam

SEMARANG, KOMPAS.com - Sebanyak 9 saksi dalam kasus suap dan penggelembungan suara calon legislatif (caleg) di Brebes menghadiri sidang etik yang diselenggarakan oleh Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) Republik Indonesia.

Sidang tersebut berlangsung di Kantor KPU Jawa Tengah, Kota Semarang, pada Kamis (14/11/2024).

Sidang ini memeriksa dugaan pelanggaran kode etik oleh KPU dan Bawaslu Kabupaten Brebes. Total terdapat 3 pengadu dan 10 teradu yang hadir.

Para saksi, yang merupakan ketua atau anggota panitia pemilihan kecamatan (PPK), mengaku menerima suap dalam bentuk uang tunai puluhan juta rupiah yang disimpan dalam plastik kresek hitam.

Selain itu, teradu dari Bawaslu juga diduga mengabaikan penggunaan Sirekap dan melanggar aturan rekap manual, serta gagal mencegah praktik politik uang.

Salah satu saksi, Nur Agus, mantan PPK Sirampog 2024, mengungkapkan kronologi penerimaan uang tersebut.

Ia bersama empat anggota PPK lainnya awalnya bertemu dengan para komisioner KPU dan PPK lainnya setelah makan bersama di rumah makan Saritem.

Ketua PPK Sirampog, Edi Budianto, kemudian dipanggil ke dalam mobil oleh anggota KPU Brebes dan mengajak para anggota PPK untuk berunding di rumah anggota PPK.

"Katanya ada yang perlu disampaikan saat itu juga. Sesampainya di rumah Pak Wawan (mantan anggota PPK), tiba-tiba Pak Ketua mengeluarkan bungkusan plastik kresek hitam berisi gepokan uang, kami semua kaget," ungkap Nur saat sidang.

Mereka mendapatkan instruksi untuk melakukan penggelembungan suara bagi salah satu caleg pada Pemilu 2024 dengan imbalan Rp 30 juta.

Apabila menolak, mereka diancam tidak bisa kembali menjadi PPK pada Pilkada 2024.

Nur dan rekan-rekannya sepakat untuk menolak instruksi tersebut dan meminta Edi mengembalikan uang keesokan harinya.

"Dan terbukti kami berlima mendaftar kembali untuk seleksi PPK Pilkada, walaupun saya sendiri CAT peringkat dua, kita semua tidak lolos," tambahnya.

Ketua PPK Kecamatan Brebes, Firdan Fahrudin, juga mengaku pernah diminta menemui Ketua KPU Kabupaten Brebes, Manja Lestari Damanik, pada Sabtu (17/4/2024).

"Saya menghadap dengan Ketua PPK Kecamatan Songgom berdua di ruangan beliau. Beliau atau Bu Manja mengatakan ’tolong pertemuan ini jangan direkam’," ujarnya.

Firdan kemudian menerima instruksi untuk menambah perolehan suara caleg dari partai PDI-P.

"Yang kedua beliau meminta agar kita atau saya menambah perolehan suara dipakai (calon) nomor 3, baik Kabupaten, maupun di RI, dengan cara salah satunya suara partai dijadikan nama calon," lanjutnya.

Firdan kemudian mengizinkan diri untuk menghadiri rapat pleno, namun Ketua KPU Brebes menyebutkan ada titipan yang telah diberikan kepada mantan PPK bernama Topik.

"Ketika pleno sudah selesai, saya dengan 5 PPK rapat pleno, saya mengatakan ‘Mas Topik, bingkisannya apa?’ setelah dibuka isinya uang Rp 50 juta, uangnya merah semua Rp 100 ribu-an," tuturnya.

Firdan dan anggotanya sepakat untuk meminta Taufiq mengembalikan uang dalam plastik hitam tersebut.

Selain itu, mantan Ketua Panwascam Brebes, Daryono, juga mengaku menerima uang dalam amplop cokelat.

Ia awalnya mendapatkan pesan WhatsApp dari Ketua Bawaslu, Trio Pahlevi, sebelum rapat pleno.

"Isinya ‘Pak Haji tolong saya titip Kecamatan Brebes’. Kemudian chat lagi masuk ’nanti ada operasi’," beber Daryono.

Ia kemudian menerima amplop coklat berisi uang dana operasional.

"Staf saya bilang ‘ini dana dari Pak Ketua suruh mengamankan suara dari partai PDI-P atas nama Shintya (Sandra Kusuma) dan Kingking (Trahing Kusuma), itu caleg dari DPRD Kabupaten, kalau Shintya itu DPR RI, kakak beradik’," lanjutnya.

Setelah berdiskusi dengan komisioner lainnya, mereka memutuskan untuk mengembalikan uang tersebut.

"Ternyata uang itu bukan dikasihkan kepada saya saja, tapi tiga komisioner itu dikasih semua. Ternyata dibuka masing-masing isinya Rp 5 juta berarti 3 komisioner Rp 15 juta," imbuh dia.

Sidang etik berlangsung dari pukul 09.30 WIB hingga 17.00 WIB, di mana dua pengadu dan 10 teradu telah memberikan keterangan.

Ketua Majelis J. Kristiadi meminta keterangan seluruh saksi dari pengadu, yang mengaku mengalami hal serupa dan telah mengembalikan uang yang diterima.

Sumber