Sidang Kasus Timah, Bos Smelter Sebut Beri Insentif Harvey Moeis Rp 50 Juta-Rp 100 Juta Per Bulan
JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Utama PT Refined Bangka Tin (RBT) Suparta mengatakan, dia memberikan insentif kepada sebesar Rp 50 juta-Rp 100 juta per bulan kepada Harvey Moeis meskipun Harvey bukan bagian dari perusahaan PT RBT.
Hal tersebut diungkapkan Suparta dalam sidang lanjutan kasus dugaan korupsi tata niaga timah untuk empat terdakwa yaitu Beneficial Ownership CV Venus Inti Perkasa (VIP) sekaligus Komisaris PT Menara Cipta Mulia (MCM) Tamron; General Manager Operational CV Venus Inti Perkasa Ahmad Albani; Direktur Utama CV Venus Inti Perkasa Hasan Thjie alias Asin; dan wiraswasta Kwang Yung.
"Saya memberikan insentif Rp 50 juta-Rp 100 juta," kata Suparta di Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat (Jakpus), Senin (4/11/2024).
Suparta mengatakan, uang insentif diberikan berbeda-beda setiap bulannya. Ia juga mengatakan, uang tersebut diberikan sebagai bentuk terima kasih kepada Harvey.
"Saya kasih sebagai tanda terima kasih, karena dia mendampingi Pak Reza (Direktur Pengembangan Usaha PT RBT periode 2017) dalam pertemuan dan berkomunikasi dengan rekan-rekan PT Timah," ujarnya.
Menanggapi hal tersebut, Hakim Ketua mempertanyakan kapasitas Harvey Moeis diberikan insentif.
"Kapasitasnya apa ini? Saudara memberikan (insentif) kapasitasnya sebagai apa?," tanya Hakim Ketua.
Suparta mengatakan, Harvey merupakan teman dekatnya yang membantu dalam bisnis timah. Ia kembali mengatakan bahwa Harvey memiliki keterampilan berkomunikasi yang baik.
"Dia teman saya, Yang Mulia. Dia tidak memakai PT RBT, tapi karena komunikasinya bagus makanya saya minta untuk mengurus itu," ucap dia.
Diketahui, dalam perkara korupsi timah ini, negara diduga mengalami kerugian keuangan hingga Rp 300 triliun.
Harvey Moeis didakwa telah melakukan tindak pidana pencucian uang (TPPU) dari penerimaan uang Rp 420 miliar dari hasil tindak pidana korupsi.
Harvey yang merupakan perpanjangan tangan PT Refined Bangka Tin (RBT) bersama dengan eks Direktur Utama PT Timah, Mochtar Riza Pahlevi Tabrani, diduga mengakomodasi kegiatan pertambangan liar di wilayah IUP PT Timah untuk mendapat keuntungan.
Harvey menghubungi Mochtar dalam rangka untuk mengakomodasi kegiatan pertambangan liar di wilayah IUP PT Timah.
Setelah dilakukan beberapa kali pertemuan, Harvey dan Mochtar menyepakati agar kegiatan akomodasi pertambangan liar tersebut di-cover dengan sewa-menyewa peralatan processing peleburan timah.
Selanjutnya, suami Sandra Dewi itu menghubungi beberapa smelter, yaitu PT SIP, CV VIP, PT SPS, dan PT TIN, untuk ikut serta dalam kegiatan tersebut.
Harvey meminta pihak smelter untuk menyisihkan sebagian dari keuntungan yang dihasilkan.
Keuntungan tersebut kemudian diserahkan ke Harvey seolah-olah sebagai dana corporate social responsibility (CSR) yang difasilitasi oleh Manager PT QSE, Helena Lim.
Harvey meminta pihak smelter untuk menyisihkan sebagian dari keuntungan yang dihasilkan. Keuntungan tersebut kemudian diserahkan ke Harvey seolah-olah sebagai dana CSR yang difasilitasi oleh Manager PT QSE, Helena Lim.
Dari perbuatan melawan hukum ini, Harvey Moeis bersama Helena Lim disebut menikmati uang negara Rp 420 miliar.
“Memperkaya terdakwa Harvey Moesi dan Helena Lim setidak-tidaknya Rp 420.000.000.000,” papar jaksa.
Atas perbuatannya, Harvey Moeis didakwa melanggar Pasal 2 Ayat (1) dan Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP dan Pasal 3 UU Tahun 2010 tentang TPPU.