Skandal Judi Online Komdigi, Akan Sampai Mana Penelusurannya?

Skandal Judi Online Komdigi, Akan Sampai Mana Penelusurannya?

JAKARTA, KOMPAS.com - Kasus skandal judi online yang melibatkan pegawai dari Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) kini semakin berkembang.

Ditreskrimum Polda Metro Jaya telah menangkap dua tersangka baru, DM dan MN, yang terlibat dalam melindungi bisnis judi online melalui penyalahgunaan wewenang di Komdigi.

DM dan MN menjadi bagian dari rangkaian 17 tersangka yang telah ditangkap dari total 18 yang terdata sementara. Satu pelaku lainnya masih buron.

MN berperan menyetorkan daftar situs web yang harus "dilindungi" serta dana terkait aktivitas ilegal ini.

Sementara itu, tersangka baru berinisial DM berfungsi sebagai penampung uang hasil kejahatan dari bisnis judi online.

Dari 18 tersangka yang ditetapkan, sepuluh di antaranya adalah pegawai Komdigi, sementara delapan lainnya adalah warga sipil.

Komdigi, yang sebelumnya bernama Kominfo, memiliki kewenangan untuk memblokir situs judi online. Namun, beberapa pegawainya justru memanfaatkan wewenang tersebut untuk meraup keuntungan pribadi.

Para pegawai Komdigi melindungi ribuan situs judol dari sebuah kantor satelit di Jakasetia, Bekasi Selatan, Kota Bekasi, Jawa Barat, yang telah digeledah pada awal November 2024.

Polisi juga telah menggeledah dua money changer atau tempat penukaran uang yang digunakan untuk menyalurkan setoran uang dari bandar judi online kepada pegawai Komdigi agar situs mereka tetap aktif.

Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo menegaskan bahwa pihaknya akan memeriksa siapa saja yang terlibat dalam kasus judi online, termasuk jika hasil pemeriksaan mengarah kepada nama tertentu.

Pernyataan tersebut disampaikan Sigit saat ditanya mengenai kemungkinan Menteri Koperasi sekaligus mantan Menteri Komunikasi dan Informatika, Budi Arie Setiadi, untuk diperiksa dalam kasus judi online.

"Ya saya kira, kalau nanti dalam pemeriksaan yang dilakukan oleh anggota saya mengarahkan nama-nama tertentu, tentu pasti akan diproses, akan diperiksa," ujar Sigit di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, pada Senin (11/11/2024).

Nama Budi Arie sebelumnya terseret dalam skandal judi online yang melibatkan sejumlah pegawai Komdigi.

Budi Arie sendiri menegaskan bahwa dirinya tidak terlibat dalam praktik apa pun terkait judi online dan mendukung upaya pemberantasan aktivitas ilegal tersebut.

"Pasti enggak (terlibat)," ujar Budi Arie.

Pakar hukum pidana, Jamin Ginting, mempertanyakan penanganan skandal judi online yang melibatkan pegawai Komdigi oleh Polda Metro Jaya, padahal kasus tersebut sudah mencapai skala nasional.

"Pertanyaan saya, kenapa Polda Metro Jaya yang menangani? Kenapa enggak Bareskrim? Ini kan skala nasional, harusnya Kabareskrim yang bertanggung jawab terkait kasus seperti ini," jelas Jamin dalam program Sapa Indonesia Pagi Kompas TV, dikutip dari video YouTube Kompas TV, Senin (11/11/2024).

Menurut Jamin, kasus judol yang melibatkan pegawai Komdigi sejatinya bukan hanya terjadi di Jakarta saja.

Selain itu, kasus ini juga terjadi di sebuah kementerian, sehingga Jamin berpendapat bahwa yang seharusnya turun tangan adalah Polri.

"(Kasus) ini levelnya level kementerian, dan nilainya saya kira sudah di atas Rp 20 miliar. Jadi, seharusnya Kabareskrim yang turun di sini, Kapolri. Ini bencana nasional, jangan diserahkan kepada Jatanras di Polda Metro," tuturnya.

Sementara itu, Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) diminta untuk lebih transparan dalam menyampaikan data terkait situs judi online yang telah diblokir.

Pengamat telekomunikasi Heru Sutadi mengkritik ketidakjelasan data yang selama ini disampaikan, yang mencampuradukkan situs judi dengan situs-situs negatif lainnya.

Menurut Heru, Komdigi perlu memberikan rincian yang jelas mengenai situs apa saja yang telah diblokir agar masyarakat dapat memantau secara terbuka.

Dengan transparansi ini, masyarakat bisa ikut serta dalam mengawasi dan memastikan situs judi yang diblokir tidak kembali beroperasi.

“Misal katanya memblokir 8.086 situs, ya buatkan tabel situs apa saja yang diblokir agar dicek masyarakat. Dengan transparansi, masyarakat juga bisa mengecek kebenarannya dan terus memantau bilamana situs itu hidup kembali,” kata Heru.

(Reporter Baharudin Al Farisi, Adhyasta Dirgantara | Editor Irfan Maullana, Bagus Santosa)

Sumber