Soal Denda Damai, Mahfud Sindir Menteri Gemar Cari Pembenaran untuk Hal Salah
JAKARTA, KOMPAS.com - Eks Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan, Mahfud MD, mengaku heran karena menteri terkait hukum saat ini selalu mencari pasal pembenar untuk mendukung gagasan presiden meskipun keliru.
Pernyataan ini disampaikan Mahfud saat dimintai tanggapan terkait pernyataan Menteri Hukum Supratman Andi Agtas yang menyebut koruptor bisa diampuni dengan mekanisme denda damai.
“Saya heran ya. Menteri terkait dengan hukum itu sukanya mencari dalil atau pasal pembenar terhadap apa yang disampaikan oleh presiden,” kata Mahfud saat ditemui awak media di kantornya, Menteng, Jakarta Pusat, Kamis (26/12/2024).
Mahfud mengatakan tindakan itu dilakukan menteri terkait hukum setelah muncul wacana untuk membuka kemungkinan memberi maaf kepada koruptor, asalkan mereka mengembalikan uang hasil korupsi kepada negara secara diam-diam.
Padahal, kata Mahfud, pengampunan kepada koruptor seperti ini melanggar ketentuan hukum yang berlaku.
“Itu kan salah. Undang-undang korupsi tidak membenarkan itu, hukum pidana tidak membenarkan itu. Lalu menterinya mencari dalil pembenar,” ujar Mahfud.
Mahfud menjelaskan bahwa ketentuan denda damai diatur dalam Pasal 35 Ayat (1) huruf k Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2021 tentang Kejaksaan RI.
Pasal itu mengatur bahwa denda damai hanya berlaku bagi tindak pidana ekonomi yang meliputi perpajakan, kepabeanan, dan bea cukai.
Jaksa Agung tidak perlu lagi mendapatkan usulan kementerian/lembaga terkait untuk menerapkan denda damai dan mengampuni pelaku tindak pidana ekonomi.
“Tetapi itu tetap tindak pidana ekonomi, yaitu untuk kepabeanan, untuk pajak, dan untuk bea cukai,” tegas Mahfud.
Mahfud mengajak semua pihak agar pada 2025 tidak lagi ada tindakan mencari pasal atau dalil untuk membenarkan gagasan yang keliru.
Sebab, hal itu dinilai bisa membahayakan kehidupan bernegara.
“Menyongsong tahun baru ini, mari ke depannya jangan suka cari-cari pasal untuk pembenaran. Itu bahaya, nanti setiap ucapan presiden dicarikan dalil untuk membenarkan itu, tidak bagus cara kita bernegara,” tutur Mahfud.
Sebelumnya, Menteri Hukum Supratman Andi Agtas menyebut pengampunan bagi koruptor bisa diberikan melalui mekanisme denda damai, selain pengampunan dari presiden.
Supratman menyebut kewenangan denda damai dimiliki Kejaksaan Agung karena Undang-Undang Kejaksaan Agung yang baru memungkinkan hal itu.
“Tanpa lewat Presiden pun memungkinkan memberi pengampunan kepada koruptor karena UU Kejaksaan yang baru memberi ruang kepada Jaksa Agung untuk melakukan upaya denda damai kepada perkara seperti itu,” kata Supratman, Rabu (25/12/2024), dikutip dari Antara.