Soal Koruptor Diampuni lewat Denda Damai, Ahmad Sahroni: Efek Jera Harus Tetap Ada
JAKARTA, KOMPAS.com - Pimpinan Komisi III DPR RI dari Fraksi Partai Nasdem, Ahmad Sahroni menilai, pengampunan koruptor lewat denda damai harus tetap memberikan efek jera.
Efek jera tersebut, menurutnya, bisa berupa denda tinggi terhadap koruptor, penyitaan aset, atau sanksi sosial dan profesional.
"Saya berpendapat format hukuman ini tetap harus ada efek jeranya," kata Sahroni saat dikonfirmasi, Kamis (26/12/2024).
"Apakah selain mengembalikan hasil korupsi juga ditambah denda yang tinggi atau penyitaan aset. Atau bisa juga sanksi sosial dan profesional, intinya harus ada efek jera yang kuat," imbuhnya.
Sahroni mendukung wacana pengampunan koruptor lewat denda damai. Sebab, menurutnya, jika hanya fokus pada hukuman kurungan terhadap koruptor, sering kali muncul ketidakadilan.
"Koruptor yang korupsi Rp 100 miliar dengan yang korupsi Rp 50 juta, sering kali lama kurungannya tak jauh beda, bahkan kadang yang korupsi lebih besar, karena punya lebih banyak uang, hukumannya jadi lebih ringan," tuturnya.
Oleh karenanya, politikus Partai Nasdem ini menilai hukuman denda dapat menjadi solusi.
"Maka dari itu demi keadilan, denda, dan pengembalian sesuai yang dikorupsi saya rasa lebih baik," ucap Sahroni.
Selain itu, ia meminta agar uang hasil pengembalian korupsi betul berdampak kepada masyarakat.
"Harus dipastikan hasil pengembalian dimanfaatkan untuk membantu langsung rakyat, bukan dipakai untuk hal lain semisal infrastruktur, dan lain-lain," katanya.
Sebelumnya diberitakan, Menteri Hukum (Menkum) Supratman Andi Agtas menyatakan, selain pengampunan dari Presiden, pengampunan bagi pelaku tindak pidana, termasuk koruptor, bisa juga diberikan melalui denda damai.
Dia menjelaskan kewenangan denda damai dimiliki oleh Kejaksaan Agung (Kejagung) lantaran Undang-Undang (UU) tentang Kejaksaan yang baru memungkinkan hal tersebut.
“Tanpa lewat Presiden pun memungkinkan memberi pengampunan kepada koruptor karena UU Kejaksaan yang baru memberi ruang kepada Jaksa Agung untuk melakukan upaya denda damai kepada perkara seperti itu,” kata Supratman, Rabu (25/12/2024), dikutip dari Antara.
Denda damai merupakan penghentian perkara di luar pengadilan dengan membayar denda yang disetujui oleh jaksa agung. Denda damai dapat digunakan untuk menangani tindak pidana yang menyebabkan kerugian negara.
Supratman mengatakan implementasi denda damai masih menunggu peraturan turunan dari UU tentang Kejaksaan.
“Peraturan turunannya yang belum. Kami sepakat antara pemerintah dan DPR, itu cukup peraturan Jaksa Agung,” kata Supratman.