Soal Kunjungan Kenegaraan Prabowo, Fahira Idris: Semoga Politik Luar Negeri Indonesia Lebih Asertif
KOMPAS.com — Presiden Republik Indonesia (RI) Prabowo Subianto resmi memulai kunjungan kerja luar negeri perdananya pada Jumat, (8/11/2024).
Prabowo akan mengunjungi sejumlah negara untuk melakukan pertemuan bilateral dan multilateral. Pertemuan itu akan membahas sejumlah masalah penting, mulai dari ekonomi hingga geopolitik global.
Terkait kunjungan itu, Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Republik Indonesia (RI) Daerah Pemilihan (Dapil) Daerah Khusus Ibukota (DKI) Jakarta Fahira Idris mengungkapkan harapannya tentang masa depan politik luar negeri (polugri) Indonesia di bawah kepemimpinan Prabowo.
Menurutnya, Indonesia memiliki harapan kuat tentang adopsi pendekatan yang lebih asertif dalam memajukan kepentingan nasional.
Prabowo juga dinilai memiliki pendekatan yang dapat memperkokoh posisi Indonesia sebagai negara besar di Asia Tenggara dan dunia.
Polugri yang lebih asertif sendiri bermakna pendekatan yang lebih tegas dan aktif dalam merespons isu-isu internasional. Utamanya, yang berkaitan dengan kepentingan nasional, kedaulatan, dan posisi strategis Indonesia di panggung global.
“Dengan pengalaman dan pergaulan internasional yang dimiliki Pak Prabowo, saya berharap, Indonesia mengadopsi pendekatan yang lebih asertif. Pendekatan ini paling tepat sebagai upaya pengintegrasian kepentingan Indonesia di tengah perubahan geopolitik global sambil terus mempromosikan perdamaian, kerja sama, dan stabilitas di kawasan,” ujar Fahira dalam siaran pers yang diterima Kompas.com, Sabtu (9/11/2024).
Fahira menambahkan, di tengah ketidakpastian ekonomi global yang meningkat akibat perang dagang dan konflik antarnegara, Indonesia perlu memastikan posisinya dalam rantai pasokan global tetap kuat dan menguntungkan ekonomi domestik.
Artinya, selain aspek keamanan, kepemimpinan Prabowo juga diharapkan dapat mendorong Indonesia untuk lebih aktif dalam diplomasi ekonomi, termasuk dalam mengembangkan kerja sama ekonomi regional maupun global.
Adapun diplomasi ekonomi yang lebih proaktif juga diharapkan dapat membawa dampak positif bagi perekonomian Indonesia.
Selain itu, hal tersebut juga bermanfaat dalam membuka peluang-peluang baru bagi sektor swasta Indonesia untuk berkembang di pasar internasional.
Fahira meyakini, Indonesia akan semakin memperkuat posisinya sebagai negara yang mampu menjadi mediator dalam konflik internasional dengan mengusung isu-isu global, seperti perubahan iklim, keadilan sosial, dan kedaulatan digital.
“Indonesia memiliki modal sejarah dalam percaturan politik dan hubungan internasional karena dikenal sebagai salah satu penggerak utama dalam organisasi internasional seperti ASEAN dan Gerakan Non-Blok,” kata Fahira.
Ke depan, tambah Fahira, semoga polugri Indonesia juga dapat memaksimalkan potensi budaya dan pariwisata sebagai bagian dari kekuatan diplomatik.
Menurutnya, melalui promosi budaya yang intensif, Indonesia dapat meningkatkan citranya sebagai negara yang terbuka, ramah, dan kaya akan warisan budaya.
“Diplomasi kebudayaan yang kuat juga dapat mendukung pariwisata, mengangkat ekonomi kreatif, dan memperluas pengaruh Indonesia dalam ranah budaya global,” tutur Fahira.