Soal PPN 12 Persen, Ketum PBNU: Mestinya Dulu Masyarakat Diajak Ngomong

Soal PPN 12 Persen, Ketum PBNU: Mestinya Dulu Masyarakat Diajak Ngomong

JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Yahya Cholil Staquf atau Gus Yahya mengatakan, masyarakat seharusnya sudah diajak berdialog membicarakan kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) 12 persen sejak 2021.

Pernyataan ini Gus Yahya sampaikan saat dimintai tanggapan terkait keputusan pemerintah yang resmi memberlakukan PPN 12 persen pada 2025, namun hanya menyasar barang mewah.

“Mestinya dulu-dulu kita diajak ngomong juga tapi 2021 kita enggak terlalu dengar soal ini,” kata Gus Yahya dalam ramah tamah dengan media di Gedung PBNU, Jakarta, Jumat (3/1/2025).

Gus Yahya mengatakan, pemberlakuan PPN 12 persen mengacu pada Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) yang disahkan DPR RI dan pemerintah pada 2021. Dalam UU itu disebutkan PPN 12 persen akan diberlakukan pada 2025.

Persoalannya, kata Gus Yahya, ketentuan kenaikan PPN 12 persen sudah menjadi keputusan politik pemerintah dan DPR yang tertuang dalam UU. Sementara, masyarakat kurang dilibatkan dalam pembahasan itu.

“Sebetulnya masyarakat ini butuh penjelasan yang lebih lengkap,” tutur Gus Yahya.

Menurutnya, penjelasan itu melingkup apa saja alasan mendesak, sehingga pajak harus naik hingga keuntungan yang didapatkan masyarakat.

Ia menilai, selama ini perbincangan publik terkait persoalan PPN 12 persen masih kurang. Terlebih, untuk mengerti masalah perpajakan diperlukan penalaran terkait fiskal.

Gus Yahya berpendapat, jika pemerintah pada akhirnya memiliki pertimbangan tertentu terkait penerapan PPN 12 persen mereka harus berdiskusi lagi dengan DPR RI.

Sementara, partisipasi publik bisa diwujudkan dengan menggelar diskusi terkait perpajakan yang memang sulit dipahami beberapa kalangan.

“Ini kan menyangkut hal yang cukup kompleks soal fiskal itu kan dan semua orang ngerti,” tuturnya.

Sebelumnya, pemerintah mengumumkan bahwa tarif PPN 12 persen akan resmi berlaku pada 2025.

Namun, tarif baru itu hanya akan dikenakan pada barang mewah yang termasuk dalam Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM).

Sejak informasi mengenai kenaikan PPN 12 persen beredar, masyarakat ramai-ramai menyampaikan protes di media sosial dan melakukan aksi turun ke jalan.

Kebijakan ini dinilai memberatkan masyarakat kelas menengah yang terdampak pemutusan hubungan kerja (PHK).

Dalam konferensi pers di penghujung tahun 2024, Presiden Prabowo Subianto menyatakan bahwa ia merasa perlu menyampaikan kebijakan ini sendiri.

Ia menegaskan bahwa PPN 12 persen hanya berlaku untuk barang mewah seperti jet pribadi, yacht, dan rumah dengan nilai fantastis di atas golongan menengah.

"Saya ulangi ya supaya jelas, kenaikan PPN dari 11 persen menjadi 12 persen hanya dikenakan untuk barang dan jasa mewah," kata Prabowo di Kementerian Keuangan, Senin (31/12/2024).

Sumber