Soal RUU Penyiaran, Komisi I: Mudah-mudahan Jadi Legacy DPR Periode Ini
JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi I DPR RI menargetkan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran dapat dituntaskan pada periode 2024-2029.
Penyelesaian RUU penyiaran, menurut Wakil Ketua Komisi I DPR RI Ahmad Heryawan, menjadi sangat penting dan krusial karena waktu pembahasannya yang sudah sangat lama.
“Ini sudah tertunda berapa tahun? 15 tahunan ya tertunda. Mudah-mudahan menjadi legacy (peninggalan) bagi DPR RI di periode ini, insya allah,” kata pria yang karib disapa Aher ini dalam acara Indonesia Broadcasting Conference 2024, Rabu (30/10/2024), dikutip dari Antaranews.
Kemudian, dia menyebutkan bahwa pembahasan RUU Penyiaran tersebut bakal melibatkan partisipasi publik dan mendengarkan aspirasi yang masuk sehingga kebebasan berekspresi tetap terakomodir dan sejalan dengan nilai-nilai Pancasila.
Sebelumnya, Wakil Ketua Komisi I DPR RI Dave Laksono di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta pada 24 Oktober 2024, mengatakan bahwa pihaknya akan melanjutkan semua pembahasan yang belum terselesaikan dari Komisi I DPR RI periode 2019-2024.
Menurut dia, itu termasuk mendengarkan penyampaian rancangan kerja dari masing-masing menteri yang menjadi pimpinan mitra kerja Komisi I DPR RI dalam mewujudkan visi-misi Presiden.
Berdasarkan Rapat Paripurna Ke-5 DPR RI Masa Persidangan I Tahun Sidang 2024-2025 pada Selasa (22/10), Komisi I DPR RI membidangi pertahanan, luar negeri, dan informatika.
Diketahui, draf RUU sempat ramai diperbicangkan pada awal 2024. Sebab, keberadaannya dianggap bisa mengancam kebebasan pers.
Salah satu yang menuai sorota tajam adalah pelarangan penayangan eksklusif jurnalistik investigasi.
Pelarangan itu ada di dalam Pasal 50B ayat (2) draf RUU Penyiaran terbaru atau versi Maret 2024.
Kemudian, pada Pasal 50B ayat (3) diatur mengenai sanksi apabila melanggar aturan pada ayat (2) tersebut, mulai dari teguran tertulis, pemindahan jam tayang, pengurangan durasi isi siaran dan konten bermasalah, penghentian sementara siaran, denda, hingga rekomendasi pencabutan izin penyelenggaraan penyiaran (IPP).
Tak hanya itu, pada Pasal 50B ayat (4) disebutkan bahwa pengisi siaran juga bisa dikenakan sanksi berupa teguran dan/atau pelarangan tampil.