Soroti Anak SMA Tak Bisa Numerasi Dasar, Waka DPR Dorong Reformasi Pendidikan

Soroti Anak SMA Tak Bisa Numerasi Dasar, Waka DPR Dorong Reformasi Pendidikan

Wakil Ketua DPR RI Cucun Ahmad Syamsurijal menyoroti viralnya anak SMP-SMA tak bisa perkalian dan pembagian. Ia menilai hal itu karena kurangnya literasi.

"Masih adanya anak-anak kita yang kurang literasinya cukup mengkhawatirkan, karena literasi menentukan kualitas SDM kita. Kalau generasi muda masih memiliki literasi yang rendah, kita khawatir mereka akan sulit bersaing di tengah tantangan zaman yang serba cepat ini," kata Cucun dalam keterangannya, Jumat (15/11/2024).

Beberapa waktu belakangan, media sosial dipenuhi dengan video siswa SMP-SMA yang tidak bisa menjawab pertanyaan hitungan matematika dasar. Baik itu perkalian maupun pembagian.

Selain soal perhitungan dasar, sempat viral juga di media sosial yang menunjukkan 29 orang pelajar SMP tidak bisa membaca. Dikabarkan video itu merupakan pelajar SMP Negeri 1 Mangunjaya, Kabupaten Pangandaran, Jawa Barat.

Meski video-video tersebut tak bisa digeneralisasi, Cucun melihat perlu ada yang diperbaiki dari sistem pendidikan Indonesia. Ia pun mendorong Pemerintah melakukan evaluasi.

"Bahwa benar peristiwa yang ada di media sosial belum bisa dijadikan rujukan. Saya yakin betul banyak juga anak-anak kita yang pintar-pintar dan memiliki kompetensi akademik yang baik, tapi kita juga tidak bisa mengabaikan fenomena tersebut," ujar Cucun.

Cucun pun menyinggung soal berbagai penelitian yang menunjukkan kurangnya kemampuan numerasi anak-anak Indonesia. Ia mengutip survei Kehidupan Keluarga Indonesia atau Indonesia Family Life Survey (IFLS) yang menunjukkan rendahnya probabilitas siswa usia sekolah dalam penguasaan materi perhitugan dasar.

Berdasarkan tes IFLS, diketahui kenaikan jenjang pendidikan tidak menaikkan kemampuan literasi secara signifikan. Hal ini bisa dilihat dari tes IFLS yang menunjukkan anak kelas 1 mendapatkan skor 26,5% dan anak kelas 12 mendapat skor 38,7%. Artinya walaupun siswa tersebut naik kelas, peningkatan kemampuan siswa antara jenjang satu dengan jenjang berikutnya tidak memiliki kenaikan yang berarti.

"Banyak penelitian menunjukkan masih rendahnya literasi anak-anak usia sekolah, yang mungkin disebabkan oleh berbagai faktor, salah satunya kesenjangan kualitas layanan pendidikan kita antara kota besar dan di daerah-daerah," sebut Cucun.

Rendahnya literasi anak-anak Indonesia juga didukung dari data UNESCO yang menyebut minat baca masyarakat sangat kurang. Menurut laporan UNESCO, hanya 1 dari 1.000 orang di Indonesia yang rajin membaca. Penelitian World’s Most Literate Nation Ranking oleh CCSU pun menyatakan Indonesia berada di peringkat 60 dari 61 negara untuk minat baca. Cucun mengatakan minat membaca menjadi salah satu faktor yang dapat meningkatkan literasi bagi anak-anak.

"Karena buku adalah jendela dunia. Maka adanya data-data penelitian itu menjadi sebuah indikasi serius bahwa ada yang kurang dalam sistem pendidikan kita. Dan ini harus diperbaiki karena kita mempunyai tujuan untuk mewujudkan Indonesia Emas 2045," ucapnya.

Cucun mengingatkan, SDM yang unggul menjadi syarat terwujudnya visi Indonesia Emas yang dapat bersaing di kancah global. Untuk menciptakan generasi unggulan, aspek pendidikan menjadi salah satu faktor utama.

"Kita juga tidak bisa menutup mata bahwa tidak semua anak-anak kita memiliki kesempatan yang sama untuk bisa mengakses pendidikan tinggi yang bisa meningkatkan kualitas mereka di dunia kerja," terang Cucun.

Cucun menambahkan, kurangnya literasi dan kompetensi anak-anak akan berpengaruh terhadap pembangunan nasional. Sebab para generasi muda inilah yang nantinya menjadi calon-calon pemimpin Indonesia.

"Di tengah dinamika global dan persaingan ketat, termasuk adanya Kecerdasan Buatan atau Artificial Intelligence (AI), anak-anak kita harus mendapat modal keterampilan yang akan menunjang masa depan mereka kelak, dan masa depan bangsa ini," urai Cucun.

"Untuk meningkatkan kualitas dan kompetensi anak-anak kita, saya mendorong dilakukannnya evaluasi dan reformasi pendidikan. Lanjutkan yang sudah baik, dan benahi yang masih kurang-kurang," sambungnya.

Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah Abdul Mu’ti buka suara soal viral anak SMP-SMA tak bisa perkalian dan pembagian. Ia mengaku tidak cemas namun tetap tidak mengabaikan realita yang ada di lapangan serta segera akan ditangani.

"Kita tidak perlu cemas dengan persoalan itu. Dalam pengertian bahwa itu bukan sesuatu yang bisa kita abaikan, masalah yang harus kita tangani," ucap Mu’ti dilansir detikedu.

Dengan keadaan ini, Kemendikdasmen tegas tidak akan menutup mata. Ke depannya akan berbagai upaya perbaikan termasuk upaya wajib belajar 13 tahun dan pengajaran matematika dari tingkat pendidikan usia dini.

"Kalau ada masalah seperti itu (video viral anak sulit berhitung matematika dasar) kami tidak menutup mata. Kami mencoba untuk melakukan upaya-upaya perbaikan dan karena itu maka termasuk program prioritas kami literasi dan numerasi," tambah Mu’ti.

Mu’ti menilai salah satu penyebab mengapa siswa kesulitan berhitung matematika dasar adalah masa pandemi Covid-19. Kala pandemi melanda, siswa sudah lama tidak bertemu dengan guru sehingga terjadi fenomena learning loss.

"Learning loss yang diakibatkan Covid-19 itu mungkin sekarang baru kelihatan dampaknya," jelas Guru Besar Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta itu.

Sumber