Sri Mulyani Ungkap Modus Tekstil Ilegal Banjiri Indonesia Rp4,6 Triliun
Bisnis.com, JAKARTA — Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengungkap modus operandi impor tekstil dan produk tekstil (TPT) ilegal senilai Rp4,6 triliun yang membanjiri pasar Indonesia. Hal ini seiring dengan penindakan penyelundupan impor TPT ilegal yang bernilai jumbo.
Menkeu menyampaikan, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai telah melakukan penindakan penyelundupan di bidang kepabeanan dan cukai sebanyak 31.275 kali sepanjang Januari—November 2024. Adapun, total nilainya mencapai Rp6,1 triliun dan potensi kerugian negara Rp3,9 triliun.
Dari penindakan itu, salah satu barang yang paling banyak diseludupkan adalah impor komoditas dalam bentuk tekstil dan barang-barang produk tekstil sebanyak 12.495 dengan nilai Rp4,6 triliun.
“Ini [penyelundupan tekstil dan produk tekstil] yang meresahkan banyak masyarakat. Namun juga pada saat yang sama kita lihat banyak yang dijual di masyarakat luas,” ungkap Sri Mulyani dalam konferensi pers Pengungkapan Hasil Penindakan Kepabeanan dan Cukai 2024, Kamis (14/11/2024).
Jika dilihat dalam sepekan, sejak 4–11 November 2024, pihaknya telah melakukan penindakan penyelundupan barang di bidang kepabeanan dan cukai sebanyak 283 kali dengan nilai mencapai Rp49 miliar, mulai dari komoditas garmen, tekstil, elektronik, rokok, minuman keras (miras), dan narkotika.
Sepanjang periode tersebut, potensi kerugian negara mencapai Rp10,3 miliar. Namun, Sri Mulyani menyebut penindakan ini masih dalam proses penyelidikan.
Lebih jauh, dia menjelaskan, impor tekstil dan produk tekstil ilegal yang bernilai jumbo itu lantaran masukanya barang produksi yang berlebih di negara lain. Namun, dia menegaskan Kemenkeu terus berkoordinasi dengan kementerian/lembaga terkait.
“Modusnya adalah ada barang produksi yang berkelebihan di negara lain dan beberapa negara destinasi yang biasanya menjadi pemasaran melakukan tarif yang sangat tinggi, sehingga barang yang berlebihan itu juga salah satunya muntah dalam bentuk illegal activity di Indonesia,” ujarnya.
Sri Mulyani menambahkan, Kemenkeu bersama dengan Kementerian Perindustrian (Kemenperin) dan Kementerian Perdagangan (Kemendag) akan menyelaraskan kebijakan proteksi impor. Sebab, TPT membutuhkan proteksi baik di hulu (tekstil) maupun hilir (garmen atau produk tekstil).
Menurutnya, jika pemerintah memberlakukan kebijakan proteksi yang tinggi di hulu, maka akan memicu kenaikan biaya bahan baku pada industri garmen di dalam negeri.
“Kalau kita lepaskan di hulunya, hilirnya senang, hulunya tidak senang,” imbuhnya.