Status Hukum Mary Jane Disarankan Diubah Sebelum Dipulangkan
JAKARTA, KOMPAS.com - Mary Jane Veloso, perempuan Filipina yang dijatuhi hukuman mati di Indonesia dalam kasus penyelundupan narkoba heroin pada 2010 direncanakan akan dipulangkan ke negaranya.
Presiden Prabowo Subianto telah menyetujui kebijakan transfer of prisoner, setelah melalui pembahasan lintas kementerian.
Keputusan ini diambil atas permohonan resmi pemerintah Filipina, yang terus melakukan diplomasi panjang untuk menyelamatkan Mary Jane dari hukuman mati.
Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, dan Imigrasi, Yusril Ihza Mahendra, menyampaikan permohonan pemulangan Mary Jane diajukan oleh Menteri Kehakiman Filipina dan Duta Besar Filipina di Jakarta, Gina Jamoralin.
Upaya pemulangan ini menandai babak baru dalam perjalanan panjang kasus Mary Jane yang selama ini penuh kontroversi.
Akan tetapi, Ketua Pusat Bantuan Hukum Indonesia (PBHI) Julius Ibrani mendorong supaya status hukum Mary Jane sebagai terpidana mati segera diubah oleh pemerintah Indonesia, sebelum proses pemulangannya.
Sebab menurut Julius, dari fakta hukum yang ada ibu 2 anak itu adalah korban dari tindak pidana perdagangan orang, bukan pelaku kejahatan narkotika.
“Mary Jane Veloso itu dalam konteks kebenaran material merupakan korban human trafficking, tindak pidana perdagangan orang,” kata Julius saat dihubungi Kompas.com, di Jakarta, Rabu (20/11/2024).
"Kasus Mary Jane Veloso itu sudah ada fakta hukum baru yang diajukan oleh pemerintah (Filipina) ke pemerintah (Indonesia)," sambung Julius.
Julius mengatakan, Mary Jane juga mengalami ketidakadilan dalam menghadapi proses hukum di Indonesia, mulai dari interogasi yang tidak didampingi penerjemah dan kuasa hukum mumpuni sampai dia divonis hukuman mati oleh majelis hakim.
Dia menilai sistem hukum Indonesia gagal menggali fakta material dalam kasus ini, termasuk pengakuan perekrut Mary Jane yang menyerahkan diri.
Menurut Julius yang turut mengawal advokasi perkara itu, Mary Jane bukan tokoh utama sindikat narkoba lintas negara.
“Mary Jane Veloso, seorang yang miskin, pekerja kasar dari Filipina, yang tidak mampu membeli tiket pesawat, bagaimana bisa dia memiliki barang yang nilainya belasan miliar itu? Itu sudah tidak dimungkinkan secara logika,” tegas Julius.
Maka dari itu, Julius berharap pemerintah Indonesia tidak menerapkan kebijakan transfer of prisoner berbekal fakta baru tersebut, dan memulihkan status Mary Jane sebelum dipulangkan ke Filipina.
"Jadi ini bukan soal kerja-kerja seperti travel ataupun kargo barang mindahin dari ke sini ke sana," ucap Julius.
Keputusan pemulangan Mary Jane ke Filipina bukan sekadar transfer narapidana. Julius mengingatkan pemerintah untuk tidak melihat kasus ini hanya sebagai urusan administrasi diplomasi.
Mary Jane ditangkap di Bandara Adisutjipto, Yogyakarta, pada April 2010 setelah petugas menemukan 2,6 kilogram heroin di dalam kopernya.
Majelis Hakim Pengadilan Negeri Sleman kemudian menjatuhkan vonis hukuman mati pada Oktober 2010.
Akan tetapi, eksekusi yang dijadwalkan pada April 2015 ditunda setelah Maria Cristina Sergio, perekrut Mary Jane, menyerahkan diri kepada kepolisian Filipina, dan memberikan pengakuan Mary Jane hanya dijebak menjadi kurir narkotika.