Strategi Bos Baru Garuda (GIAA) Wamildan di Tengah Restrukturisasi Utang
Bisnis.com, JAKARTA — Wamildan Tsani Panjaitan telah diangkat sebagai Direktur Utama PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk. (GIAA) baru dalam Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) hari ini, Jumat (15/11/2024).
Wamildan pun menyiapkan sejumlah strategi pengembangan GIAA, termasuk dalam membenahi kinerja keuangan. Ia mengatakan saat ini GIAA sedang dalam proses perbaikan kinerja setelah melewati masa penundaan kewajiban pembayaran utang (PKPU) dengan kesepakatan restrukturisasi utang.
Restrukturisasi tersebut berdasarkan keputusan homologasi tertanggal 27 Juni 2022. Saat itu, GIAA memperoleh pendanaan Rp7,5 triliun dan Rp725 miliar yang berasal dari penyertaan modal negara (PMN) dan PPA.
Setelah proses restrukturisasi utang, menurut Wamildan, cost operasional GIAA lebih longgar. Namun, kemudian upaya perbaikan kinerja setelah restrukturisasi akan disiapkan.
"Saya butuh waktu sampai selesai review keuangan dan operasional," ujar Wamildan dalam RUPSLB pada Jumat (15/11/2024).
Dia mengatakan akan meningkatkan upaya efisiensi perseroan serta aktivitas-aktivitas yang dapat meningkatkan sumber pendapatan Garuda Indonesia.
Kemudian, ia pun berupaya untuk ekspansi jaringan dan peningkatan kualitas layanan. Langkah ini dilakukan seperti dengan menambah jumlah pesawat.
"Terkait penambahan pesawat, saya dengan Dewan Komisaris laksanakan beberapa pertemuan. Sudah ada opsi-opsi kita bertemu dengan lessor [pemberi sewa] dengan opsi-opsi yang baik. Saya belum bisa sampaikan berapa tambah jumlahnya. Saya lihat kondisi," tutur Wamildan.
Dia sendiri berujar berasal dari maskapai low cost carrier. Wamildan memang sebelumnya merupakan Plt. Direktur Utama PT Lion Air sejak 2022.
"Jadi, saya punya angka di kepala saya. Saya akan lihat adjustment apa yang dapat meningkatkan efisiensi operasional Garuda Indonesia dengan tetap melaksanakan safety," ujarnya.
Mengacu laporan keuangan per kuartal III/2024, GIAA masih mencatatkan rugi bersih mencapai US$131,22 juta. GIAA pun masih mempunyai jumlah liabilitas jangka pendek melebihi aset lancarnya sebesar US$619 juta dan ekuitas negatif sebesar US$1,41 miliar.
Namun, Direktur Utama Garuda Indonesia sebelumnya Irfan Setiaputra menyebutkan bahwa per Oktober 2024, GIAA berhasil membukukan laba bersih sebesar US$18,11 juta atau sekitar Rp283,81 miliar.
Irfan menjelaskan raupan laba tersebut dihasilkan karena adanya perubahan penerapan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) 73 menjadi PSAK 107.
PSAK 73 merupakan suatu standar pembukuan, di mana transaksi sewa masuk ke dalam beban operasi. Sementara, PSAK 107 adalah standar akuntansi untuk akad ijarah yang digunakan dalam pembiayaan oleh bank syariah dan lembaga keuangan lainnya.
Adapun, GIAA berhasil mendapatkan persetujuan dari 10% total pesawat dengan transaksi sewa untuk kemudian dimasukan ke dalam skema ijarah.
"10% sudah setuju per kemarin Oktober. Jadi kami bisa langsung bukukan positif [laba bersih]," ujar Irfan setelah public expose pada beberapa waktu lalu.
Menurutnya, skema ijarah yang sudah dieksekusi mengubah pencatatan dengan PSAK 107. Ia berharap, ke depan terjadi pula peningkatan solvabilitas. "Kami harapkan juga dapat meningkatkan kapitalisasi pasar. Solvabilitas yang meningkat juga membuka akses perusahaan terhadap new financing," ujar Irfan.