Strategi Hilirisasi Riset: Jawaban untuk Wamen Dikti
Forum Sarasehan 100 Ekonom Indonesia Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) yang ke-8 pada 3 Desember 2024 lalu selain dihadiri oleh lebih dari 100 ekonom Indonesia, juga berbagai pejabat pemerintah. Salah satu yang menjadi narasumber adalah Stella Christie yang merupakan Wakil Menteri Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Diktisaintek). Jika dalam sebuah forum narasumber biasanya narasumber memberikan paparannya kemudian diikuti dengan sesi tanya jawab, di forum INDEF kali ini berbeda. Wamen Stella saat masuk sesinya untuk berbicara tidak memberikan paparan namun justru memberikan pertanyaan kepada audiens yang hadir di forum itu.
Wakil menteri yang merupakan Guru Besar Tjinghua University Tiongkok di bidang kecerdasan buatan (Artificial Intelligence) itu mengajukan empat pertanyaan kepada audiens yang merupakan para ekonom. Pertanyaan-pertanyaan ini mencakup; 1) kebijakan seperti apa yang perlu dibuat pemerintah untuk menjadikan riset dianggap sebagai investasi, 2) solusi dari terbatasnya industri yang mendukung riset berkualitas yang berbiaya besar, 3) skema pendanaan non-APBN yang diperlukan untuk pembiayaan ekosistem riset perguruan tinggi, dan 4) kebijakan ekonomi yang mendukung riset jangka panjang. Dari keempatnya dapat ditarik benang merah yaitu bagaimana strategi mendukung hilirisasi riset di Indonesia sehingga mendatangkan benefit baik dari sisi lembaga riset/universitas, industri, dan pemerintah.
Hilirisasi riset menjadi fokus pemerintah di setiap periode. Bahkan pada periode awal pemerintah Jokowi, guna lebih fokus dalam hal ini, bidang pendidikan tinggi, sains, dan teknologi dikelola satu kementerian sendiri yang bernama Kemenristekdikti mirip dengan periode Presiden Prabowo saat ini. Pada prinsipnya hiliriasi riset ini mengarahkan hasil riset untuk dapat berkontribusi pada pertumbuhan ekonomi. Riset dinilai dapat mendatangkan multiplier effect bagi pertumbuhan dan kemandirian ekonomi dan menjadi alasan kenapa Eropa dan Amerika bisa maju.
Memahami Tantangan
Secara konseptual, hasil riset di bidang teknologi khususnya dapat terserap industri itu dapat melalui pendekatan technology push yang didorong oleh lembaga riset termasuk universitas dan juga market pull yang didorong oleh industri (Trott, 2017). Adapun proses hilirisasi riset yang dimulai dari pengembangan riset dasar, pengembangan produk, sampai komersialisasi (terserap oleh market) (Ulrich, 2012) membutuhkan waktu yang panjang dan juga dana yang besar. Tingkat terserapnya teknologi dari hasil riset juga kecil. Riset doktoral yang saya lakukan dengan mengambil studi kasus kampus Institut Teknologi Bandung (ITB) menunjukkan bahwa tingkat keterserapan riset kampus ini hanya 6,2 persen dari keseluruhan paten yang dihasilkan kampus ini dari 2001-2023 (Dzakiy, 2024). Sementara itu pemerintah berperan sebagai orkestrator bagaimana pendekatan baik technology push maupun market pull itu bisa berjalan dengan dukungan kelembagaan yang baik, kebijakan, pembiayaan, insentif. Sebagai orkestrator, pemerintah layaknya sebagai wasit yang mengatur peran stakeholders baik yang berada di dunia riset maupun industri. Melalui dukungan pemerintah yang positif, pajak dari industri berbasis teknologi didapatkan lebih besar juga kemampuan teknologis dari universitas dan lembaga riset pun diraih, sehingga negara dapat maju baik secara ekonomi dan kedaulatan. Hubungan yang mesra antara entitas universitas, industri, dan pemerintah diistilahkan oleh profesor Stanford University, Henry Etzkowitz, sebagai Triple Helix (Etzkowitz & Leydesdorff, 1995).
Namun dalam prosesnya hilirasi riset itu didapati setidaknya tiga tantangan serius. Pertama, sangat sedikit teknologi unggul yang dikembangkan oleh lembaga riset/universitas. Terlebih yang masuk dalam tren teknologi terkini termasuk Artificial Intelligence (AI) dan Generative AI serta teknologi terbaru lainnya. Kedua, sangat sedikit industri kita yang kuat risetnya. Kebanyakan industri kita merupakan industri dengan inovasi rendah. Ketiga, kelembagaan riset di Indonesia belum baik, kebijakan yang belum konsisten, dana yang kecil, dan juga insentif yang terbatas. Kita bisa melihat pengelolaan riset dan inovasi kita seringkali berganti haluan seperti dengan penggabungan berbagai lembaga riset ke dalam Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) yang menciptakan polemik berkepanjangan sampai sekarang.Tiga Strategi Taktis
Merujuk tantangan di atas, lantas bagaimana strategi taktis yang bisa dilakukan sehingga dapat menjawab pertanyaan Wamen untuk strategi hiliriasi riset di atas? Pertama, lembaga riset dan universitas didorong untuk membentuk ekosistem inovasi dengan spirit entrepreneurial, mengacu pada proses sentris (proses-based), dan tidak birokratis. Untuk mewujudkan ekosistem inovasi ini diperlukan kepemimpinan yang kuat dari pimpinan universitas/lembaga riset sehingga adanya keseriusan dalam pengelolaan hilirisasi penelitian dan inovasi secara berkelanjutan.
Kedua, pemetaan (mapping) industri Tanah Air yang kuat di inovasi dan memberikan insentif di riset dan pengembangan (R&D) dengan menghubungkan ke lembaga riset/universitas untuk turut serta melakukan pengembangan produk (product development) secara bersama-sama. Pemerintah dibantu Perguruan Tinggi perlu melakukan identifikasi national company champion di bidang teknologi yang selanjutnya dijadikan role model, diikuti dengan kefokusan bidang yang didasarkan pada existing company champion tersebut dan tren teknologi saat ini sehingga dukungan ini ada dan hasilnya dapat dinikmati untuk waktu yang panjang.
Ketiga, pemerintah perlu mengaktivasi peran technopark, inkubator, kantor transfer teknologi yang ada baik yang berada di universitas/lembaga riset/pemerintah daerah maupun industri dengan dukungan dana dan sumber daya yang memadai dalam mendukung aktivitas hilirisasi hasil penelitian melalui berbagai kanal seperti pendirian usaha baru (start-up). Dengan langkah taktis ini, hilirisasi riset tidak sekadar rencana di atas kertas, namun dapat menjadi langkah konkret yang hasilnya dapat dirasakan bersamaan baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang.Uruqul Nadhif Dzakiy dosen dan peneliti Inovasi dan Manajemen Teknologi Telkom University
Simak juga video Menteri Dikti Saintek Bakal Lanjutkan Program Kampus Merdeka
[Gambas Video 20detik]