Strategi Polri Perkuat Upaya Penanganan Kekerasan terhadap Perempuan dan Anak
JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Tindak Pidana terhadap Perempuan dan Anak (PPA) serta Pidana Perdagangan Orang (PPO) Polri Brigjen Pol Desy Andriani mengatakan, pihaknya terus berupaya untuk memperkuat upaya penanganan kekerasan terhadap perempuan, anak, dan kelompok rentan.
Hal ini dilakukan dengan berkolaborasi bersama dengan kementerian lembaga dan juga dengan seluruh stakeholder, para akademisi, praktisi, dan juga para Non-Governmental Organization atau NGO.
“Ini merupakan sebuah langkah baik untuk menjadikan ini sebuah ruang bersama bagi kita semua dalam memberikan sebuah solusi terhadap permasalahan perempuan dan anak dan kelompok rentan lainnya,” kata Desy di Bareskrim Polri, Jumat (13/12/2024).
Desy mengatakan, pembentukan ruang bersama menjadi langkah awal untuk menciptakan solusi menyeluruh dari hulu ke hilir. Ini dinilai penting, terutama untuk menangani kelompok rentan lainnya.
“Kita inginkan forum ini memberikan sebuah program-program yang tepat sasaran melakukan pemberdayaan terhadap perempuan dan anak, khususnya dalam aspek pencegahan dan terutama juga terhadap permasalahan yang terjadi,” ujarnya.
Dia bilang, program yang tepat sasaran diharapkan dapat mendorong perspektif yang sama, yakni memberikan sebuah solusi sehingga dalam konteks skema kerja sama pentahelix di mana semua turut serta memberikan sebuah solusi.
Namun demikian, saat ini Direktorat PPA/PPO sedang menghadapi tantangan berupa sinkronisasi data.
Ke depannya, penerapan infrastruktur dan teknologi diharapkan dapat mendukung kerja Direktorat PPA/PPO.
“Kita menghadapi tantangan besar dalam pengumpulan dan sinkronisasi data. Selain itu, terminologi dan klasifikasi kasus juga sering menjadi kendala, seperti pada kasus kekerasan seksual berbasis daring,” tambahnya.
Pemerhati Kepolisian Poengky Indarti menyambut positif pembentukan direktorat ini.
Menurutnya, keberadaan direktorat yang dipimpin oleh polisi wanita sangat penting mengingat perempuan mendominasi hampir 50 persen populasi Indonesia.
“Penanganan kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak memerlukan empati yang tinggi. Dengan keterlibatan Polwan, diharapkan pendekatan yang lebih sensitif dapat dilakukan,” jelas Poengky.
Poengky juga menyoroti pentingnya sinergi antara Polri dengan universitas dan lembaga medis dalam menangani kendala teknis, seperti visum.
“Kerja sama ini penting agar kasus kekerasan dapat ditangani dengan cepat dan efisien,” tambahnya.
Sementara itu, Kepala Biro Labdokkes Pusdokkes Polri, Brigjen Pol dr. Sumy Hastry Purwanty, menggarisbawahi pentingnya penyediaan layanan medis dan psikologis yang terpadu bagi korban kekerasan.
“Kami terus membimbing dokter di Polda hingga Polres untuk menangani korban kekerasan. Standar operasional sudah diperbarui,” jelas Sumy Hastry.
“Kami juga memastikan pemeriksaan korban tidak dipungut biaya. Bahkan, lab DNA kami siap mendukung identifikasi cepat untuk menghindari pelaku kabur,” lanjut Sumy.
Dia juga memastikan adanya dukungan psikolog dan psikiater yang terus dioptimalkan. Dengan begitu kebutuhan yang terkait dengan kesehatan para korban kekerasan bisa dilakukan dalam satu tempat.
“Dukungan psikolog dan psikiater juga dioptimalkan. Korban tidak hanya mendapatkan layanan medis, tetapi juga konsultasi psikologis agar trauma dapat ditangani dengan baik,” tegas dia.