Suap Eks Gubernur Malut, Mantan Kadisdikbud Pinjam Uang ke Rentenir
TERNATE, KOMPAS.com - Sidang kasus suap dan gratifikasi yang menjerat mantan Gubernur Maluku Utara, Abdul Ghani Kasuba (AGK), dengan terdakwa mantan Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Kadisdikbud) Maluku Utara, Imran Yakub, kembali digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Ternate pada Rabu (6/11/2024).
KPK mengungkapkan bahwa Imran Yakub memberi uang Rp 1,1 miliar kepada AGK untuk mendapatkan jabatan Kadikbud Malut.
Sidang dipimpin oleh Ketua Majelis Hakim Rudy Wibowo di ruang sidang Muhammad Hatta Ali, dengan agenda pemeriksaan terdakwa Imran Yakub.
Dalam sidang ini, Imran Yakub menjawab pertanyaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK, Greafik Loserte, terkait salah satu sumber uang Rp 300 juta yang pernah diberikan kepada Abdul Ghani.
Imran mengatakan bahwa uang tersebut diperoleh dari rentenir dengan menggadaikan sertifikat rumah.
"Uang itu sumbernya dari saya punya rumah, (sertifikat) saya jadikan jaminan. (Pinjam) dari rentenir," jelas Imran.
Motif pemberian uang, kata Imran, adalah agar bisa mendapatkan salah satu jabatan di eselon II di Pemerintah Provinsi Maluku Utara.
Sebelum ada pemberian uang kepada Abdul Ghani, Imran juga mengakui pernah membawa surat putusan Mahkamah Agung (MA) kepada Kepala BKD Miftah Baay, dengan harapan bisa mendapatkan jabatan di eselon II.
Karena Imran pernah dinonjobkan dari jabatan Kadisdikbud sebab berperkara hukum.
"Karena di dalam putusan itu, mengembalikan hak-hak dan kedudukan. Jadi saya punya harapan, saya bisa menjadi kepala salah satu eselon II," katanya.
Di dalam putusan MA tersebut, disebutkan bahwa terdakwa Imran Yakub dibebaskan dalam perkara dugaan korupsi pengadaan kapal Nautika dan alat simulator pada Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Dikbud) tahun 2019.
Kemudian, Ketua Majelis Hakim mempertegas jawaban Imran Yakub terkait keinginannya kembali menjabat di eselon II,
"Apakah sebelum atau sesudah meninggalnya mantan Kadikbud Imam Mahdi?" tanya Rudy Wibowo.
Imran mengatakan bahwa keinginannya untuk dikembalikan ke eselon II jauh sebelum Imam Mahdi meninggal.
"Jauh sebelum Imam Mahdi meninggal. Ketika ada putusan Mahkamah Agung itu, saya berpikir saya akan dapat kembali di salah satu (jabatan) di eselon II," ungkapnya.
Imran juga membantah dikatakan mengincar posisi Imam Mahdi.
Dia beralasan bahwa hal itu tidak mungkin terjadi, sebab Imam Mahdi adalah keluarga dari Gubernur saat itu, Abdul Ghani Kasuba.
"Isu di luar waktu itu (ditempatkan) di (Dinas) Pemuda dan Olahraga. Kemudian di (Dinas) Sosial. Tapi ternyata BKD sampaikan ke saya, siap-siap di staf ahli atau asisten," jawab Imran kepada Ketua Majelis Hakim, Rudy Wibowo.
Setelah itu, lanjut Imran, dia mengaku mendapat tawaran sebagai Kadisdikbud dari gubernur setelah posisi jabatan Kadisdikbud kosong.
Ketua Majelis Hakim, Rudy Wibowo, juga mendalami terkait nilai pinjaman Imran Yakub kepada rentenir, bahwa aset rumahnya digadaikan sebesar Rp 350 juta.
"Dibayar sekali. Perjanjian pengembalian itu kurang lebih Rp 400 juta. Dikasih waktu satu tahun, karena sekaligus dia pakai berdagang di rumah itu. Rencana (rumah) mau dijual," bebernya.
Sidang akan dilanjutkan pada dua minggu ke depan atau pada tanggal 20 November 2024 dengan agenda pembacaan tuntutan jaksa KPK.
Perlu diketahui, Imran Yakub diduga menyuap Abdul Ghani Kasuba untuk menduduki jabatan Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Kadisdikbud) Maluku Utara.
Total uang yang ditransfer tercatat hingga sebelas kali transaksi dengan nilai bervariasi, mulai dari Rp 25 juta hingga Rp 200 juta, dengan total keseluruhan mencapai Rp 1.145.000.000.
Selain itu, Imran Yakub juga diduga memperoleh jabatan Kadikbud tanpa prosedur yang benar. Ia dilantik tanpa melalui seleksi dan asesmen untuk menduduki jabatan eselon dua tersebut.