Suap Miliaran 3 Hakim Pemvonis Bebas Ronald Tannur Terbongkar di Dakwaan
Tiga hakim nonaktif Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, Jawa Timur, didakwa menerima suap Rp 1 miliar dan SGD 308 ribu atau setara Rp 3,6 miliar terkait vonis bebas Gregorius Ronald Tannur dalam kasus tewasnya Dini Sera Afrianti. Total, ketiganya menerima suap sebesar Rp 4,6 miliar.
Hal itu terungkap dalam sidang dakwaan di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Selasa (24/12/2024). Ketiga hakim pembebas Ronald Tannur itu adalah Erintuah Damanik, Heru Hanindyo, dan Mangapul.
"Telah melakukan atau turut serta melakukan perbuatan, hakim yaitu Terdakwa Erintuah Damanik, Heru Hanindyo, dan Mangapul, yang memeriksa dan memutus perkara pidana atas nama Gregorius Ronald Tannur, berdasarkan Penetapan Wakil Ketua Pengadilan Negeri Surabaya Kelas IA Khusus Nomor 454/Pid.B/2024/PN Sby tanggal 05 Maret 2024, yang menerima hadiah atau janji, berupa uang tunai sebesar Rp1.000.000.000,- (satu miliar rupiah) dan SGD308.000 (tiga ratus delapan ribu dolar Singapura)," kata jaksa penuntut umum.
Selain didakwa menerima suap Rp 4,6 miliar, ketiga hakim pemberi vonis bebas Ronald Tannur juga didakwa menerima gratifikasi. Gratifikasi yang diterima Erintuah Damanik, Heru Hanindyo, dan Mangapul diterima dalam bentuk rupiah dan mata uang asing. Berikut rinciannya
Jaksa mengatakan Erintuah Damanik menerima gratifikasi dalam bentuk uang senilai Rp 97,5 juta, SGD 32 ribu, dan RM 35.992,25. Uang tersebut disimpan oleh Erintuah Damanik di rumah dan di apartemennya. Namun jaksa tak menjelaskan dari mana saja uang itu berasal.
"Dianggap pemberian suap yang berhubungan dengan jabatannya dan yang berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya, yaitu selaku hakim," ujar jaksa.
Heru Hanindyo juga didakwa menerima gratifikasi. Adapun uang yang diterima sebesar sebesar Rp 104,5 juta, USD 18.400, SGD 19.100, 100 ribu yen, 6.000 euro, serta uang tunai sebesar 21.715 riyal.
Jaksa mengatakan Heru Hanindyo telah menerima uang yang berhubungan dengan jabatannya selama bertugas sebagai hakim. Jaksa mengatakan uang itu disimpan dalam safe deposit box (SDB) di suatu bank dan di rumah Heru Hanindyo.
Hakim Mangapul juga didakwa menerima gratifikasi. Rinciannya uang senilai Rp 21,4 juta, USD 2.000, dan SGD 6.000.
"Terdakwa selama menjabat sebagai hakim telah menerima uang yang berhubungan dengan jabatannya yang disimpan di apartemen Terdakwa Mangapul dalam bentuk rupiah dan mata uang asing," kata jaksa.
Simak selengkapnya di halaman selanjutnya
Jaksa mengatakan ketiga hakim nonaktif itu tidak melaporkan terkait penerimaan gratifikasi tersebut kepada KPK. Padahal, seharusnya, mereka melaporkan gratifikasi itu dalam rentang waktu 30 hari sejak menerima gratifikasi.
Selain itu, jaksa menyampaikan para terdakwa tidak melaporkan adanya harta kekayaan dalam bentuk uang tunai ke dalam Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN). Jaksa menilai perbuatan para terdakwa dianggap sebagai suap lantaran berhubungan dengan jabatan dan berlawanan dengan kewajiban dan tugas sebagai hakim.
Akibat perbuatannya, ketiganya disangkakan telah melanggar Pasal 12 huruf c juncto Pasal 18 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Kasus ini bermula dari jeratan hukum untuk Ronald Tannur atas kematian kekasihnya Dini Sera Afrianti. Ibu Ronald Tannur, Meirizka Widjaja, mulanya meminta Lisa Rahmat sebagai penasihat hukum Ronald Tannur.
Sebelum perkara Ronald Tannur dilimpahkan ke PN Surabaya, Lisa Rahmat menemui Zarof Ricar untuk mencarikan hakim PN Surabaya yang dapat menjatuhkan vonis bebas kepada Ronald Tannur. Selanjutnya, Lisa pun beberapa kali menemui Mangapul dalam rentang waktu Januari-Maret 2024.
Kemudian, pada 4 Maret, Lisa menemui Erintuah Damanik dan mengaku sudah bertemu dengan Heru Hanindyo dan Mangapul yang akan menjadi hakim anggota. Padahal, saat itu, penetapan penunjukan majelis hakim belum ada.
Kemudian pada 5 Maret 2024 penetapan penunjukan majelis hakim yang memeriksa dan memutus perkara Ronald Tannur pun terbit. Dengan susunan, Erintuah Damanik sebagai hakim ketua, Heru Hanindyo dan Mangapul sebagai hakim anggota.
"Bahwa selama proses persidangan perkara pidana atas nama Gregorius Ronald Tannur di Pengadilan Negeri Surabaya, Terdakwa Erintuah Damanik, Heru Hanindyo dan Mangapul selaku Majelis Hakim yang memeriksa dan memutus perkara pidana atas nama Gregorius Ronald Tannur telah menerima uang tunai sebesar Rp1.000.000.000 dan SGD308.000," ujar jaksa.
Adapun rincian penerimaan uang tersebut diantaranya, Erintuah Damanik menerima uang tunai sebesar SGD 48 ribu dari Meirizka Widjaja dan Lisa Rahmat. Kemudian, Meirizka Widjaja dan Lisa Rahmat kembali memberikan uang sebesar SGD 140 ribu kepada tiga hakim tersebut, dengan pembagian, Erintuah Damanik sebesar SGD 38 ribu, Heru Hanindyo dan Mangapul masing-masing sebesar SGD 36 ribu.
"Dan sisanya sebesar SGD 30.000 (tiga puluh ribu dolar Singapura) disimpan oleh Terdakwa Erintuah Damanik," jelas jaksa.
Jaksa mengatakan ketiga hakim nonaktif itu mengetahui jika uang yang diterimanya agar hakim menjatuhkan vonis bebas kepada Ronald Tannur. Adapun uang tersebut diberikan secara tunai maupun transfer.
"Bahwa setelah Terdawa Erintuah Damanik bersama dengan Heru Hanindyo dan Mangapul menerima uang tunai sebesar Rp 1 M dan SGD 308 ribu dari Lisa Rahmat untuk pengurusan perkara pidana atas nama Gregorius Ronald Tannur, kemudian Terdawa Erintuah Damanik bersama dengan Heru Hanindyo dan Mangapul menjatuhkan putusan bebas terhadap Gregorius Ronald Tannur dari seluruh dakwaan penuntut umum, sebagaimana putusan pengadilan negeri Surabaya Nomor 454-B-2024-PN Surabaya tanggal 24 Juli 2024," kata jaksa.