Survei Litbang Kompas Pilgub Sumsel: Mengapa Pemilih PDI-P Justru Beralih ke Herman Deru?
KOMPAS.com – Hasil survei Litbang Kompas terkait Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Sumatera Selatan (Pilgub Sumsel) mengungkapkan sebuah fenomena politik yang cukup unik. Dalam survei tersebut, ditemukan anomali terkait elektabilitas tiga pasangan calon (paslon) yang mayoritas didukung oleh partai politik tertentu.
Pilgub Sumsel kali ini diramaikan oleh tiga paslon, yaitu
Paslon nomor urut 1 Herman Deru-Cik Ujang (HDCU), diusung oleh Nasdem, Demokrat, Perindo, PBB, PSI, dan PKS.
Paslon nomor urut 2 Eddy Santana Putra-Riezky Aprilia (ERA), diusung oleh PDI-P.
Paslon nomor urut 3 Mawardi Yahya-RA Anita Noeringhati (Matahati), diusung oleh Gerindra, Golkar, PAN, Hanura, PKB, Garuda, Gelora, PKN, dan PPP.
Hasil survei Litbang Kompas menunjukkan adanya ketidakcocokan antara pilihan pemilih dengan arah dukungan partai. Salah satu temuan mencolok adalah terpecahnya suara pemilih PDI-P, yang seharusnya memilih pasangan Eddy-Riezky, malah lebih memilih Herman Deru-Cik Ujang. Dalam survei tersebut, 41 persen pemilih PDI-P justru mendukung Herman Deru, sementara pasangan yang diusung PDI-P, Eddy-Riezky, hanya meraih 7,7 persen suara.
Sebaliknya, pemilih PKS yang mengusung Herman-Cik Ujang justru terbelah hampir merata antara pasangan Herman dan Mawardi. Pasangan Mawardi-Anita meraih 40 persen suara dari pemilih PKS, sedangkan Herman-Cik Ujang mendapat 33,3 persen, yang dalam konteks survei, angka tersebut bisa dianggap imbang.
Peneliti Senior Litbang Kompas, Toto Suryaningtias, menjelaskan bahwa fenomena ini terjadi karena faktor ketokohan atau figur pemimpin. Herman Deru, sebagai petahana, memiliki daya tarik yang kuat bagi warga Sumatera Selatan, yang lebih memilih figur yang mereka kenal dan percaya, meskipun partai yang mengusungnya bukan partai pilihan mereka.
"Herman Deru mampu menarik hampir semua pemilih partai di Sumatera Selatan, bukan hanya PDI-P," kata Toto, Jumat (15/11/2024).
Toto menambahkan, pemilih Nasdem, yang mengusung Herman, solid mendukungnya dengan 82 persen, karena selain ketokohan, mereka juga mengikuti garis kebijakan partai. Bahkan, pemilih dari partai lain, seperti Golkar dan Gerindra, yang bukan pengusung Herman, ternyata banyak yang memilihnya. Sebanyak 62 persen pemilih Golkar memilih Herman, sementara 42,3 persen pemilih Gerindra juga menjatuhkan pilihannya kepada Herman-Cik Ujang.
"Herman Deru mampu menarik dukungan dari parpol pengusung dan mengacak-acak Golkar serta Gerindra untuk memilihnya," ujar Toto.
Di sisi lain, Toto menyatakan bahwa PKS, meski mengusung Herman-Cik Ujang, tidak dapat mengonsolidasikan seluruh pemilihnya untuk mendukung pasangan ini. Sebagian besar pemilih PKS justru lebih memilih pasangan Mawardi-Anita, meskipun selisihnya cukup tipis.
"PKS satu-satunya partai pengusung yang gagal sepenuhnya mendukung Herman," kata Toto.
Toto juga menjelaskan bahwa pemilih di Sumatera Selatan cenderung memilih figur yang dianggap sesuai dengan citra komunalitas mereka, daripada semata-mata mengikuti pilihan partai.
"Pemilih Sumatera Selatan lebih mengutamakan karakteristik kesukuan dan kecocokan figur dengan identitas mereka sebagai orang Sumatera Selatan," tambahnya.
Sementara itu, pasangan Eddy Santana Putra-Riezky Aprilia yang diusung PDI-P, menurut Toto, kurang dikenal oleh masyarakat. Meskipun PDI-P dikenal sebagai partai ideologis yang solid, elektabilitasnya di Sumsel tampak menurun setelah era Presiden Jokowi.
Toto menyebutkan bahwa sebelum era Jokowi, persaingan politik di Sumsel hanya melibatkan dua partai besar, yakni Golkar dan PDIP. Namun, dengan masuknya Gerindra sebagai kekuatan baru, ditambah dengan pengaruh Prabowo Subianto yang kini menjadi Presiden, PDIP menghadapi tantangan besar dalam merebut dukungan.
Toto juga mencatat bahwa Mawardi Yahya, yang diusung oleh Golkar dan Gerindra, belum mampu mengonsolidasikan dukungan maksimal dari kedua partai besar tersebut.
"Mawardi Yahya tidak mampu menggerakkan kedua partai besar yang mengusungnya untuk memberikan dukungan penuh," jelas Toto.
Dengan fenomena ini, Pilgub Sumsel semakin menarik untuk diikuti, mengingat pemilih yang lebih memilih figur kuat daripada sekadar mempertimbangkan partai pengusungnya.
Survei melalui wawancara tatap muka ini diselenggarakan Litbang Kompas dari tanggal 2-7 November 2024.
Sebanyak 400 responden dipilih secara acak menggunakan metode pencuplikan sistematis bertingkat di Provinsi Sumatera Selatan.
Menggunakan metode ini, pada tingkat kepercayaan 95 persen, “margin of error” penelitian +/- 4,90 persen dalam kondisi penarikan sampel acak sederhana.
Meskipun demikian, kesalahan di luar pemilihan sampel dimungkinkan terjadi.
Survei dibiayai sepenuhnya oleh Harian Kompas (PT. Kompas Media Nusantara).