Survei Litbang Kompas Pilgub Sumsel: Suara Gerindra dan Golkar Terpecah, Mayoritas Pilih Herman Deru, Mengapa?

Survei Litbang Kompas Pilgub Sumsel: Suara Gerindra dan Golkar Terpecah, Mayoritas Pilih Herman Deru, Mengapa?

KOMPAS.com – Hasil survei Litbang Kompas terkait Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Sumatera Selatan (Pilgub Sumsel) mengungkapkan fenomena menarik terkait perpecahan suara dari pemilih partai-partai besar.

Meskipun pasangan Mawardi Yahya-RA Anita Noeringhati (Matahati) diusung oleh Gerindra dan Golkar, dua partai besar tersebut ternyata tidak mampu mengonsolidasikan pemilihnya secara maksimal, dan mayoritas suara justru mengalir ke pasangan Herman Deru-Cik Ujang (HDCU).

Dalam survei yang dilakukan, terungkap bahwa 62 persen pemilih Golkar lebih memilih Herman Deru, meskipun partai tersebut mengusung Mawardi. Begitu pula, 42,3 persen pemilih Gerindra yang seharusnya mendukung Mawardi-Anita, justru memilih Herman Deru-Cik Ujang. Fakta ini menunjukkan adanya perpecahan dukungan yang cukup signifikan, mengingat Golkar dan Gerindra adalah dua partai besar yang semestinya memberikan dukungan solid bagi Mawardi.

Peneliti Senior Litbang Kompas, Toto Suryaningtias, menjelaskan bahwa perpecahan suara ini dipengaruhi oleh faktor ketokohan atau figur pemimpin. Menurut Toto, figur Herman Deru yang dikenal luas dan sudah menjabat sebagai petahana memiliki daya tarik yang kuat bagi pemilih di Sumatera Selatan.

"Herman Deru mampu mengkonsolidasikan hampir semua pemilih partai di Sumatera Selatan, bukan hanya yang mendukungnya," kata Toto, Jumat (15/11/2024).

Hal ini terlihat jelas dalam survei yang menunjukkan bahwa pemilih Nasdem, partai pengusung Herman, sangat solid mendukungnya, dengan 82 persen pemilih memilih Herman. Bahkan, pemilih dari partai selain pengusungnya, seperti Golkar dan Gerindra, juga mengalihkan dukungannya kepada pasangan nomor urut 1 ini.

"Herman Deru berhasil menarik dukungan dari parpol pengusung dan bahkan mengacak-acak Golkar serta Gerindra untuk memilihnya," ujar Toto.

Di sisi lain, pasangan Mawardi Yahya yang diusung oleh Gerindra dan Golkar menghadapi kesulitan dalam mengonsolidasikan dukungan dari pemilih kedua partai besar tersebut. Toto menyebutkan bahwa meskipun Golkar dan Gerindra merupakan partai besar dengan basis massa yang kuat, banyak pemilih yang lebih memilih Herman Deru.

"Mawardi Yahya tidak mampu menggerakkan kedua partai besar yang mengusungnya untuk memberikan dukungan penuh," jelas Toto.

Fenomena ini semakin mengarah pada kesimpulan bahwa dalam Pilgub Sumsel kali ini, kekuatan figur atau tokoh lebih menentukan daripada dukungan partai. Pemilih di Sumatera Selatan cenderung memilih pemimpin yang dianggap sesuai dengan identitas dan komunalitas mereka, bukan semata-mata mengikuti keputusan partai.

Selain itu, survei Litbang Kompas juga menunjukkan adanya perpecahan suara di kalangan pemilih PDI-P. Meskipun partai tersebut mengusung pasangan Eddy Santana Putra-Riezky Aprilia (ERA), 41 persen pemilih PDI-P justru memilih Herman Deru-Cik Ujang, sementara pasangan yang diusung PDI-P hanya meraih 7,7 persen. Toto menjelaskan bahwa ini disebabkan oleh kurangnya popularitas Eddy Santana Putra di mata pemilih, meskipun PDI-P dikenal sebagai partai yang ideologis dan solid.

"Pemilih PDI-P lebih memilih Herman Deru karena faktor ketokohan, meskipun mereka seharusnya mendukung calon yang diusung partai mereka," tambah Toto.

Toto menjelaskan bahwa figur Herman Deru yang lebih dikenal oleh masyarakat Sumatera Selatan membuatnya memiliki keunggulan dibandingkan calon-calon lain.

"Pemilih Sumatera Selatan lebih mengutamakan karakteristik kesukuan dan kecocokan figur dengan identitas mereka sebagai orang Sumatera Selatan," kata Toto.

Ini menjelaskan mengapa meskipun partai tertentu mengusung pasangan lain, pemilih lebih memilih sosok yang sudah mereka kenal dan percayai.

Dengan fenomena ini, Pilgub Sumsel semakin menunjukkan bahwa dalam politik, terutama di daerah yang kental dengan identitas kesukuan, ketokohan seorang calon bisa mengalahkan kekuatan partai.

Pilkada Sumsel kali ini pun semakin menarik untuk diikuti, karena para pemilih menunjukkan bahwa figur pemimpin yang dekat dengan mereka lebih berpengaruh daripada sekadar partai yang mengusung.

Survei melalui wawancara tatap muka ini diselenggarakan Litbang Kompas dari tanggal 2-7 November 2024.

Sebanyak 400 responden dipilih secara acak menggunakan metode pencuplikan sistematis bertingkat di Provinsi Sumatera Selatan.

Menggunakan metode ini, pada tingkat kepercayaan 95 persen, “margin of error” penelitian +/- 4,90 persen dalam kondisi penarikan sampel acak sederhana.

Meskipun demikian, kesalahan di luar pemilihan sampel dimungkinkan terjadi.

Survei dibiayai sepenuhnya oleh Harian Kompas (PT. Kompas Media Nusantara).

Sumber