Tak Mau Buru-buru Putuskan Sertifikasi Pendakwah, Menag: Penting Substansi Bukan Formalnya
JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Agama (Menag) Nasaruddin Umar enggan terburu-buru mengambil keputusan soal sertifikasi untuk pendakwah yang dimunculkan beberapa waktu belakangan.
Ia menganggap, yang terpenting bukan syarat formalnya tapi isi dari dakwah itu sendiri.
“Kita harus melihat untung ruginya sertifikasi ulama, sertifikasi dakwah ini ya. kita tidak ingin kontraproduktif dan tidak ada jaminan dengan sertifikasi yang dilakukan itu nanti jadi lebih baik, jangan-jangan malah menambah cost,” ujar Nasaruddin di Menara Kompas, Palmerah, Jakarta, Jumat (13/12/2024).
“Bagi saya yang paling penting substansinya bukan formalnya, harus ada sertifikatnya kan,” sambung dia.
Ia memberikan contoh, di sejumlah negara tetangga sertifikat dakwah juga tidak lantas membuat negara bisa melakukan kontrol sepenuhnya
Nasaruddin menyampaikan, tanpa sertifikat, para umat Islam justru bisa mendapatkan keragaman pesan dakwah dari tiap-tiap masjid.
“Kalau di tetangga kita Malaysia, Brunei, Thailand selatan, Singapura, itu khotbahnya seragam tidak boleh ada satu pun redaksi yang berbeda di satu masjid dan masjid yang lain. Nah, kalau kita di Indonesia setiap masjid sudah beda temanya kan, jadi kita bisa menikmati variasi, macem-macem,” paparnya.
Adapun sertifikasi untuk pendakwah sempat diusulkan oleh anggota Komisi VIII DPR RI, Maman Imanulhaq.
Usulan itu muncul setelah polemik ucapan Miftah Maulana Habiburrahman yang dianggap melecehkan seorang penjual es teh Sunhaji saat pengajian di kawasan Kabupaten Magelang, Jawa Tengah.
Nasaruddin menekankan, tak mau menggunakan pendekatan kualitatif untuk mengambil keputusan.
Ia mengatakan, Kementerian Agama (Kemenag) mesti menggunakan pendekatan kuantitatif untuk mengkaji usulan tersebut.
“Nah sekarang ini kami juga, itu salah satu perubahan di lingkungan Kementerian Agama, harus berbasis data, data-data kuantitatif ini, ada statistiknya berapa, jangan sampai saya berasumsi, tapi fakta, statistiknya tidak seperti itu, kan keliru. Maka itu survei-survei dan pendekatan kuantitatif ini sangat penting,” tuturnya.