Tak Sanggup Bayar SPP, 3 Siswa SD Kakak Beradik Dikeluarkan dari Sekolah Pandeglang

Tak Sanggup Bayar SPP, 3 Siswa SD Kakak Beradik Dikeluarkan dari Sekolah Pandeglang

PANDEGLANG, KOMPAS.com - Tiga siswa kakak beradik di Pandeglang, Banten, dikeluarkan dari sekolah.

Orangtua ketiga siswa mengaku, ketiga anaknya dikeluarkan karena menunggak biaya sekolah hingga Rp 42 juta.

Ketiga siswa tersebut menempuh pendidikan di sekolah swasta SD islam yang berlokasi di Kecamatan Menes, Kabupaten Pandeglang.

Muhamad Fahat (47), ayah ketiga siswa itu, mengatakan, anak-anaknya duduk di kelas 1, 3 dan 5, saat dikeluarkan dari sekolah pada Maret 2024 lalu.

"Anak-anak diantarkan dari sekolah oleh guru-gurunya, tidak boleh bersekolah lagi karena dilarang pemilik yayasan," kata Fahat saat berbincang dengan Kompas.com di kediamannya di Menes, Senin (28/10/2024).

Tiga hari kemudian, Fahat menerima surat dari pihak sekolah mengenai rincian pembayaran biaya sekolah yang harus dilunasi.

Total Rp 42.182.048 dari akumulasi biaya pendidikan ketiga anaknya.

Item biaya tersebut terdiri dari uang PPDB sejak TK dan SD, SPP bulanan, daftar ulang, makan siang, hingga antar jemput bulanan.

"Dalam rincian ternyata dihitung biaya sejak PPDB dan daftar ulang dari TK hingga SD," kata Fahat.

Fahat pernah mencoba menempuh negosiasi untuk keringanan biaya yang harus dibayar. Namun, kata dia, pemilik yayasan menutup pintu komunikasi.

Hingga saat ini, ketiga anaknya tidak bisa melanjutkan pendidikan baik di sekolah agama maupun pindah ke sekolah lain.

"Sekolah lain tidak bisa menerima karena harus dapat surat pindah dari sekolah sebelumnya, sementara untuk dapat surat pindah harus melunasi dulu yang Rp 42 juta itu," kata Fahat.

Fahat pernah mencoba meminta pertolongan ke Dinas Pendidikan Pandeglang, tapi hingga saat ini belum ada jalan keluar.

Kasusnya, kata Fahat, pernah direspons oleh Kepala Dinas Pendidikan Pandeglang Raden Dewi, tapi tidak dilanjutkan karena Dewi keburu pensiun.

Fahat dan Devi sebelumya bekerja di sekolah tersebut dan dirumahkan pada Januari 2024 oleh pihak sekolah.

Adapun ketua umum yayasan sekolah itu merupakan kakak kandung Devi.

Terkait item tunggakan biaya sekolah yang harus dibayar, kata Devi, sebelumnya juga pernah disampaikan secara lisan oleh kakaknya untuk tidak perlu membayar dengan alasan masih keponakan.

Namun, saat anak-anaknya dikeluarkan, item yang digratiskan tersebut malah ditagih sebagai tunggakan.

"Seperti biaya makan dan biaya bangunan itu tidak perlu bayar, tapi ada ditagihan," kata Devi.

Devi mengatakan, biaya tunggakan tersebut harus dilunasi agar pihak sekolah mengeluarkan surat pindah untuk anak-anaknya.

"Kalau sudah lunas, anak-anak tidak akan bisa kembali ke sekolah sebelumnya, harus pindah," kata Devi.

Devi dan Fahat sudah mencoba mengunjungi sekolah-sekolah di Menes dan sekitarnya untuk memastikan kepindahan anak-anaknya.

Namun, tidak diterima karena belum punya surat pindah dan pencabutan data pokok pendidikan (Dapodik) dari sekolah sebelumnya.

Kompas.com sempat mengunjungi sekolah tempat anak Farhat bersekolah dan diterima oleh pihak sekuriti berinisial O.

Dia menyampaikan pihak sekolah belum bisa memberikan penjelasan terkait kasus ini.

"Arahan dari pemilik sekolah, jika ada orang atau wartawan yang datang, bilang pemiliknya lagi sibuk di Jakarta," pesan dia.

Sementara, Kepala Dinas Pendidikan dan Sekdis Pendidikan Pandeglang belum merespon saat dihubungi melalui sambungan telepon.

Sumber