Tanak Respons Dewas soal Nyali Pimpinan KPK, Anggap Bak Komentator Bola
Wakil Ketua KPK Johanis Tanak buka suara usai Dewan Pengawas (Dewas) KPK menyebut pimpinan KPK saat ini bernyali kecil dalam memberantas korupsi. Tanak menganggap pernyataan Dewas KPK itu seperti komentator pertandingan sepakbola.
"Kalau menurut saya mereka yang berkomentar itu saya ilustrasikan mereka itu sebagai penonton sepakbola yang dengan bangga memberi komentar kepada pemain sepakbola seakan-akan pemain sepakbola yang sedang bermain sepakbola itu tidak pandai bermain," kata Tanak saat dihubungi detikcom, Jumat (13/12/2024).
Tanak melanjutkan ilustrasi komentator pertandingan sepakbola tersebut dalam merespons pernyataan Dewas KPK. Dia menyebut sang komentator kadang merasa lebih pandai bermain sepakbola dibanding atletnya sendiri.
"Mereka merasa merekalah yang lebih hebat bermain sepakbola daripada pemain sepakbola yang sedang mereka tonton, padahal mereka sendiri tidak bisa bermain sepakbola," ujar Tanak.
Dia menilai Dewas KPK seharusnya tidak mengeluarkan komentar yang menyudutkan kinerja pimpinan KPK.
"Idealnya tidak perlu banyak komentar dan jangan merasa diri yang paling hebat padahal hebatnya itu cuma dalam konteks sebagai penonton yang bisa berkomentar, tapi tidak bisa berbuat apa-apa," katanya.
"Kalau mereka jadi pimpinan saya pastikan mereka akan lebih buruk daripada yang mereka katakana kepada pimpinan saat ini," sambung Tanak.
Tanak lantas menyinggung gaya kepemimpinan di KPK. Menurutnya, akan sulit untuk menangani perkara jika memiliki Ketua KPK yang merasa paling dominan dibandingkan pimpinan KPK lainnya.
"Sulit menangani perkara kalau terlalu banyak pimpinan, apalagi yang menjadi ketua merasa yang paling berhak menentukan sikap dalam mengambil keputusan. Begitu pengalaman yang saya alami selama saya di KPK ada dua orang yang pernah menjadi KPK," tutur Tanak.
Pimpinan KPK berlatarbelakang jaksa ini menilai tiap keputusan yang diambil oleh pimpinan KPK harus berdasar pada alasan hukum yang rasional. Tanak mengatakan rujukan itu akan menjadi faktor penting dalam menuntaskan perkara korupsi di KPK dengan baik.
"Kalau dalam mengambil keputusan didasari pada dasarnya hukum sesuai dengan ketentuan aturan hukum dan alasan hukum yang rasiologis, maka kemungkinan penanganan perkara akan baik hasilnya. Tapi kalau cuma hanya bicara saja tanpa dasar dan alasan yang rasiologis, maka hasil penanganan perkara tidak akan baik hasilnya," jelas Tanak.
Menurut Tanak, penanganan suatu tindak pidana korupsi tidak didasari pada nyali semata. Dia menyebut hal tersebut harus dilihat dari peristiwa hukum yang terdapat dalam dugaan tindak pidana itu.
"Penanganan suatu perkara pidana, bukan didasari pada nyali seperti yg dikatakan oleh Syamsuddin Haris anggota Dewas KPK. Perlu diketahui bahwa suatu perkara pidana diproses atau tidak, hal tersebut tergantung pada peristiwa hukum itu sendiri karena belum tentu suatu perbuatan hukum dapat dikualifikasi sebagai suatu peristiwa pidana," ujar Tanak.
Tanak melanjutkan jika sebuah perbuatan masuk kategori peristiwa pidana, hal itu juga harus dikaji kembali apakah memenuhi unsur pasal pidana dan dapat diproses hukum.
"Kalaupun suatu perbuatan dapat dikualifikasi sebagai suatu peristiwa pidana, perlu diketahui lagi, apakah perbuatan tersebut memenuhi unsur pasal dalam uu tindak pidana atau tidak. Sekiranya tidak memenuhi unsur tindak pidana, tentunya perkara tersebut tidak diproses," jelas Tanak.
"Jadi penanganan suatu perkara bukan didasari pada nyali seperti yg dikatakan oleh Syamsuddin Haris," sambungnya.
Dewan Pengawas (Dewas) KPK periode 2019-2024 menyampaikan laporan kinerja selama lima tahun menjabat. Anggota Dewas KPK, Syamsuddin Haris, menyindir pimpinan KPK periode saat ini yang kurang memiliki nyali dalam memberantas korupsi.
Syamsuddin awalnya menyinggung riwayat kasus etik yang menyeret sejumlah pimpinan KPK periode 2019-2024. Menurutnya, hal itu membuat pimpinan KPK belum bisa menjadi teladan bagi insan KPK.
"Dalam penilaian Dewas, pimpinan KPK belum dapat memberikan teladan, khususnya mengenai integritas. Ini terbukti dari tiga pimpinan KPK yang kena etik dan Anda semua sudah tahu siapa saja," kata Syamsuddin di gedung ACLC KPK, Jakarta Selatan, Kamis (12/12).
Syamsuddin juga mengatakan pimpinan KPK belum menunjukkan konsistensi dalam hal sinergisitas. Hal itu terlihat dari pimpinan KPK yang memberikan keterangan berbeda satu sama lain.
"Dalam penilaian kami di Dewas, pimpinan KPK belum menunjukkan konsistensi dalam menegakkan kolegialitas dan sinergisitas. Hal ini bisa kita lihat misalnya muncul secara publik misalnya statement pimpinan A kok bisa berbeda dengan pimpinan B tentang kasus yang sama. Kami di Dewas sangat menyesalinya," sebutnya
Dia menilai pimpinan KPK saat ini tidak memiliki nyali. Dewas berharap pimpinan KPK pada periode selanjutnya memiliki nyali besar dalam pemberantasan korupsi.
"Apakah pimpinan itu ada atau memiliki nyali, mungkin ada, tapi masih kecil. Ke depan, dibutuhkan pimpinan yang memiliki nyali besar dalam pemberantasan korupsi," pungkas Syamsuddin.
Lihat Video Setyo Budiyanto Ingin Kembalikan Marwah KPK Kami Minta Dukungan
[Gambas Video 20detik]