Tancap Gas Saat Dipanggil Patroli TNI AL, Speed Boat Memuat 6 CTKI Ilegal Diamankan

Tancap Gas Saat Dipanggil Patroli TNI AL, Speed Boat Memuat 6 CTKI Ilegal Diamankan

NUNUKAN, KOMPAS.com – Prajurit Second Flaat Quick Response (SFQR) Pangkalan TNI AL Nunukan, Kalimantan Utara, berhasil mengamankan sebuah speed boat berwarna hijau bermesin 40 PK pada Senin (20/1/2025) sekitar pukul 07.00 WITA.

Danlanal Nunukan, Kolonel Laut (P) Handoyo, menjelaskan bahwa speed boat yang dinakhodai oleh N (45) tersebut bertolak dari Nunukan menuju perairan Sei Ular, Kecamatan Seimanggaris, dengan memuat tujuh orang penumpang.

"Petugas yang curiga dengan gerak-gerik speed boat mencoba memanggil motoris agar merapat. Namun bukannya mendekat, motoris memilih tancap gas, kabur menjauh dari speed patroli," ujarnya saat ditemui.

Setelah melakukan pengejaran, petugas berhasil memberhentikan speed boat tersebut dan melakukan pemeriksaan menyeluruh.

Dalam pemeriksaan, prajurit menemukan enam penumpang dewasa, yakni AJS (42), YRL (31), AI (27), MB (27), EON (24), L (23), serta seorang bayi berusia lima bulan.

Semua penumpang tersebut teridentifikasi sebagai Calon Tenaga Kerja Indonesia (CTKI) ilegal yang berasal dari Flores, Luwu, dan Kupang, dan direncanakan akan dipekerjakan di perkebunan kelapa sawit di Kalabakan, Malaysia.

"Ternyata mereka diberangkatkan secara non-prosedural. Sehingga kami amankan mereka ke Mako Lanal Nunukan, dan selanjutnya kita serahkan ke BP3MI Nunukan," tambah Handoyo.

Menurut hasil pemeriksaan sementara, para CTKI tersebut berangkat melalui jalur-jalur tikus dengan mengikuti instruksi perekrut yang ada di kampung halaman mereka.

"Mereka mengikuti arahan lewat telepon. Jalur keberangkatan juga diketahui dari petunjuk komunikasi melalui HP. Saat kita amankan, komunikasi terputus, kami tidak bisa menelusuri siapa pengurusnya di Nunukan dan siapa jaringannya," kata Handoyo.

Belum diketahui bagaimana para CTKI tersebut akan membayar biaya transportasi dan akomodasi kepada perekrut.

Biasanya, biaya keberangkatan dan jaminan kerja di Malaysia dipotong dari gaji mereka atau bisa langsung dibayarkan secara tunai sesampainya di Malaysia. "Dalam kasus ini, para CTKI mengaku dimintai uang RM 500, tetapi belum terjadi transaksi itu," jelasnya.

Selain tujuh CTKI ilegal, termasuk bayi berusia lima bulan, TNI AL juga mengamankan satu unit speed boat berwarna hijau bermesin 40 PK dan motorisnya, N (45).

Barang bukti lain yang diamankan termasuk sebuah koper, lima tas berisi pakaian, dua kardus makanan, dan lima plastik makanan ringan.

Kepala Seksi Penempatan BP3MI Kabupaten Nunukan, Wina Veronika Anggalo, menegaskan bahwa tindakan pencegahan keberangkatan CTKI ilegal merupakan salah satu kendala yang dihadapi BP3MI.

Keterbatasan sumber daya manusia dan banyaknya jalur tikus di sepanjang perairan perbatasan RI-Malaysia memerlukan sinergi antar instansi untuk meminimalisir keberangkatan CTKI unprosedural yang rawan eksploitasi dan kejahatan kemanusiaan lainnya.

"Sinergi seperti ini sangat membantu BP3MI dalam penindakan. Kami berharap kasus-kasus penyelundupan CTKI ilegal bisa diberantas," kata Wina.

BP3MI Nunukan berencana untuk mengarahkan para CTKI tersebut agar melakukan keberangkatan secara resmi.

Jika mereka ingin bekerja di perusahaan perkebunan kelapa sawit di Nunukan, BP3MI akan memberikan rekomendasi agar mereka bisa dipekerjakan.

"Kalau memang harus bekerja di Malaysia, maka mereka harus melengkapi diri dengan berkas keimigrasian, paspor, visa kerja, dan melalui pelatihan. Kami akan dorong hal tersebut, sesuai UU Nomor 18 Tahun 2017," tegas Wina.

Sumber