Tangani 59 Kasus Kekerasan Seksual pada Anak Selama 2023, Kakak Sebut 69 Persen Diselesaikan Lewat Proses Hukum
SOLO, KOMPAS.com - Yayasan kepedulian untuk anak (Kakak) di Solo, Jawa Tengah, mencacat ada 59 kasus kekerasan seksual selama 2023.
Dari jumlah tersebut, 69 persen di antaranya diselesaikan lewat proses hukum.
Ketua Yayasan Kakak, Shoim Sahriyati mengatakan, penanganan kasus kekerasan seksual hingga ke proses hukum ini bertujuan memberikan pembelajaran kepada masyarakat bahwa kasus tersebut adalah melanggar hukum.
Sehingga, kata Shoim, pelaku kejahatan seksual harus mendapatkan ancaman pidana.
"Kami mendampingi 59 kasus, yang berproses hukum itu 69 persen. Itu menandakan bahwa keluarga memberikan pembelajaran kepada masyarakat bahwa kasus tersebut kasus yang melanggar hukum. Bahwa pelaku harus mendapatkan ancaman pidana," kata Shoim, dihubungi Kompas.com, melalui telepon, Selasa (5/11/2024).
Shoim juga menambahkan, 59 kasus kekerasan seksual yang ditanganinya tersebut 62 persen pelakunya pacarnya sendiri. Baik pacar yang mereka kenal melalui media sosial maupun tidak.
Modus kekerasan seksual ini paling banyak dilakukan adalah rayuan. Sehingga mereka seolah-olah bukan korban.
Sebab, mereka tidak bisa membedakan mana orang baik, dan mana orang tidak baik.
"Ketita pacar mereka melakukan kejahatan seksual pun di mata mereka itu mereka adalah orang yang sangat baik. Sehingga dalam proses rehabilitasi kami harus duduk bareng anak (korban kekerasan seksual). Kami membongkar bagaimana cara pandang anak terhadap orang tersebut sehingga terakhir anak menyadari dan bilang sendiri oh iya ini orang yang tidak baik," kata dia.
Selain pacar, pelaku kekerasan seksual berikutnya yakni 24 persen berasal dari orang terdekat korban. Misalnya pakde, kakak tiri, dan ayah.
"Jadi dia sudah menggunakan relasi kuasa berkaitan dengan anak itu sehingga melakukan kejahatan seksual," ujar dia.
Dilihat dari tingkat pendidikan, korban kekerasan seksual yang ditangani Kakak sebagian besar atau 46 persen korban duduk di bangku SMP. Kemudian 31 persen duduk di bangku SMA.
"Ada kemungkinan besar anak SMP itu masuk usia pubertas, usia yang tertarik dengan lawan jenis, sehingga anak-anak SMP ini punya tingkat kerentanan tinggi," ungkap Shoim.
Shoim menyampaikan, Kakak tidak sendiri salam menangani korban kekerasan seksual. Pihaknya juga melibatkan stakeholder terkait seperti pemerintah daerah (Pemda).
Sebab, kasus kekerasan seksual pada anak yang ditangani Kakak tidak hanya di wilayah Solo, tetapi juga kabupaten sekitar di wilayah Soloraya.
Misalnya daerah Karanganyar, Wonogiri, Sukoharjo, Sragen, Klaten dan Boyolali.
Pihaknya mendorong pemerintah untuk menyediakan psikolog untuk memberikan konseling kepada anak korban kekerasan seksual.
"Semua kasus yang didampingi Kakak selalu mendorong pemerintah untuk memainkan perannya. Contoh anak membutuhkan sikolog dari hasil konseling, kami akan tuntut pemerintah menyediakan psikolog dan harus sering. Karena mereka anak yang membutuhkan perlindungan khusus," kata Shoim.
Meski demikian, kata Shoim, masih ada pemda yang belum secara maksimal sehingga harus didorong agar memberikan hak pada anak korban kekerasan seksual.
"Memang ada beberapa ya karena Kakak mendampingi (anak korban kekerasan seksual) di kabupaten/kota (Soloraya). Kalau di Solo upaya untuk pemenuhan hak korban khususnya kesehatan fisik dan mental berjalan sangat baik. Walaupun ada beberapa kabupaten yang masih harus didorong melakukan upaya peningkatan berkaitan pemenuhan hak korban," ucap dia.