Tangisan Bupati Konawe Selatan dan Putusan MK Agar Kepala Desa Terpilih Tahun 2023 Segera Dilantik
JAKARTA, KOMPAS.com - Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan sebagian permohonan uji materi Undang-Undang (UU) Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa sebagaimana diubah dengan UU Nomor 3 Tahun 2024 pada Jumat (3/1/2025), di Ruang Sidang Pleno MK.
Dalam amar Putusan Nomor 92/PUU-XXII/2024, MK menyatakan Pasal 118 huruf e UU Nomor 3 Tahun 2024 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2024 Nomor 77, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6914) bertentangan dengan Undang-Undang Dasar (UUD) Negara Republik Indonesia (NRI) Tahun 1945.
Mahkamah menyatakan, beleid itu tidak memiliki kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai, "tidak diberlakukan untuk desa yang telah melakukan pemilihan kepala desa berdasarkan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa".
Sebelumnya, Pasal 118 huruf e UU Desa berbunyi, “Kepala Desa yang berakhir masa jabatannya sampai dengan bulan Februari 2024 dapat diperpanjang sesuai dengan ketentuan undang-undang ini".
Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih dalam pertimbangan hukum putusan menjelaskan bahwa pemilihan kepala desa secara langsung telah diatur secara konsisten sejak UU 5/1979 hingga UU 6/2014.
Dia mengatakan, mekanisme ini mencerminkan kedaulatan rakyat di tingkat desa dan menjadi salah satu bentuk nyata dari prinsip demokrasi serta otonomi desa. Dalam sistem ini, warga desa yang memenuhi syarat dapat secara langsung menyalurkan hak politiknya, baik untuk memilih maupun dipilih.
Dikutip dari laman resmi MK RI, Enny juga menyoroti pelaksanaan pemilihan kepala desa serentak pada 96 desa di Kabupaten Konawe Selatan pada 24 September 2023, telah mengikuti ketentuan UU 6/2014. Pemilihan ini juga dilaksanakan sesuai arahan Kementerian Dalam Negeri melalui surat tertanggal 14 Januari 2023.
Terkait calon kepala desa terpilih, Enny mengatakan, sesuai Pasal 38 ayat (1) UU 6/2014 menyatakan bahwa "Calon kepala desa terpilih dilantik oleh Bupati/Walikota atau pejabat yang ditunjuk paling lambat 30 hari setelah penerbitan keputusan Bupati/Walikota".
"Oleh karena itu, Pasal 118 huruf e UU 3/2024 tidak dapat diberlakukan terhadap calon kepala desa yang telah terpilih berdasarkan UU 6/2014, karena pemilihan tersebut sudah sah dan sesuai dengan aturan yang berlaku pada saat itu,” kata Enny membacakan pertimbangan hukum.
Putusan MK ini menjadi dasar hukum bagi 96 kepala desa di Kabupaten Konawe Selatan yang sempat ditunda pelantikannya untuk segera menduduki jabatan mereka.
Penundaan pelantikan para kepala desa itu sebelumnya dilakukan atas dasar Pasal 118 huruf e UU Desa yang memperpanjang jabatan kepala desa dari enam tahun menjadi delapan tahun.
Padahal, para kepala desa yang belum dilantik ini telah terpilih dari hasil pemilihan sebelum UU Nomor 3 Tahun 2024 berlaku, yakni pada September 2023.
Oleh karena itu, MK mengabulkan bahwa norma Pasal 118 huruf e UU Nomor 3 tahun 2024 inkonstitusional bersyarat.
Pasal ini otomatis batal jika sudah ada desa yang melakukan pemilihan sebelum undang-undang tentang desa yang baru berlaku, dan kepala desa terpilih harus dilantik sesuai ketentuan undang-undang yakni 30 hari setelah penerbitan keputusan Bupati/Walikota.
Bupati Konawe Selatan, Surunuddin Dangga sempat menjadi saksi dalam perkara tersebut.
Surunuddin hadir pada 24 Oktober 2024 dan menerangkan kekhawatirannya atas ketidakpastian hukum Pasal 118 huruf e Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2024 di daerahnya.
Sebab, ada 96 kepala desa terpilih di daerahnya yang masih tertunda pelantikannya karena kepala desa sebelumnya masih memiliki jabatan selama dua tahun perpanjangan yang didasarkan dari UU Nomor 3 Tahun 2024.
"Sampai hari ini menjadi polemik, saya khawatir sesudah ini bisa menjadi masalah lagi Pak kalau belum dilantik ini kepala desa terpilih karena di masyarakat sekarang sudah terpecah dua, pendukung yang kalah dan pendukung yang menang,” katanya di hadapan para hakim konstitusi.
Surunuddin bahkan menangis, suaranya bergetar mengatakan persoalan yang semakin membuat polarisasi di tengah masyarakat Konawe Selatan itu.
Sambil terisak Surunuddin mengatakan, jika persoalan ini tidak diselesaikan bisa membuat daerahnya hancur.
Mabes Polri, menurut Surunuddin, juga telah menyatakan Konawe Selatan daerah rawan, terlebih persoalan kepala desa juga sudah ditunggangi kepentingan politik.
Dia juga mengaku sudah protes hingga diteror beberapa kali karena pemerintah kabupaten dianggap tidak menyelesaikan masalah tertundanya pelantikan kepala desa.
“Saya tidak bisa berkata-kata lagi bagaimana menahan masyarakat ini karena Konawe Selatan ini besar sekali, banyak sekali desa, 336 desa, terbesar di Sulawesi Tenggara. Kalau ini bermasalah ya Sulawesi Tenggara ya 12 persen dari luas wilayah Sulawesi Tenggara,” ujarnya.
Dia mengatakan, rencana pelantikan kepala desa oleh Bupati Konawe Selatan pada 30 April 2024 tidak dapat dilaksanakan karena adanya surat Menteri Dalam Negeri Nomor 100.3.5.5/1747/BPD tertanggal 26 April 2024, yang pada pokoknya menegaskan berlakunya Pasal 118 huruf e UU Desa.
Dalam surat itu, Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) meminta Bupati Konawe Selatan untuk melakukan perpanjangan masa jabatan kepala desa selama dua tahun bagi kepala desa yang berakhir masa jabatannya pada 30 April 2024.
Surat itu juga meminta penundaan pelantikan terhadap 96 kepala desa terpilih hingga berakhirnya masa jabatan kepala desa yang saat ini menjabat.
Namun, Surunuddin tidak bisa memperpanjang jabatan kepala desa sebelumnya karena sudah tidak memenuhi syarat lagi seperti meninggal dunia dan ada yang menjadi anggota legislatif.