Temuan Duit Hampir Rp 1 T Zarof Ricar Dinilai Tanda Krisis Sistem Hukum

Temuan Duit Hampir Rp 1 T Zarof Ricar Dinilai Tanda Krisis Sistem Hukum

Masyarakat dihebohkan dengan penemuan uang Rp 920 miliar dan 51 kilogram emas di kediaman Mantan Kepala Balitbang Diklat Kumdil Mahkamah Agung (MA) Zarof Ricar. Pakar hukum dan pegiat antikorupsi Hardjuno Wiwoho mengatakan sistem hukum di Indonesia tengah mengalami krisis serius.

"Ketika mantan pejabat peradilan ditemukan menyimpan uang dalam jumlah fantastis, ini tidak hanya menjadi peringatan, tetapi juga ancaman bagi kredibilitas sistem hukum kita. Ini adalah cerminan bahwa ada krisis serius dalam pengawasan dan akuntabilitas pada level tertinggi peradilan," ujar Hardjuno kepada wartawan, Selasa (29/10/2024).

Kandidat Doktor Hukum dan Pembangunan dari Universitas Airlangga (Unair) itu mengatakan kasus ini mengungkap celah besar dalam sistem hukum yang seharusnya menjadi benteng terakhir keadilan. Dia menduga kasus ini tak melibatkan satu orang.

"Saat uang sebesar itu ditemukan di rumah seorang mantan pejabat peradilan, ini tidak bisa dianggap hanya sebagai kasus perorangan. Ini adalah masalah sistemik yang mengindikasikan betapa lemahnya mekanisme kontrol internal di institusi peradilan," katanya.

Menurut Hardjuno, temuan ini bisa menjadi momentum untuk mendorong reformasi yang lebih mendalam. Ia juga mengusulkan agar ada pengetatan pengawasan terhadap aset dan harta pejabat peradilan, serta transparansi yang lebih tinggi.

"Kita butuh reformasi yang tidak hanya memperketat aturan, tetapi juga mekanisme pengawasan yang memungkinkan setiap praktik korupsi terdeteksi lebih dini. Transparansi menjadi kebutuhan utama.Kasus ini harus menjadi peringatan keras bahwa tidak ada seorang pun yang kebal hukum, termasuk mereka yang seharusnya menegakkan hukum. Jika kita tidak bertindak tegas sekarang, maka kepercayaan publik terhadap peradilan akan semakin runtuh," tambahnya.

"Keberhasilan Kejagung dalam mengungkap kasus ini patut diapresiasi, namun ini baru permulaan. Reformasi hukum harus terus diperjuangkan, dan penegak hukum di semua level perlu diingatkan untuk tidak bermain-main dengan keadilan," pungkasnya.

Sebelumnya, uang sebesar Rp 920 miliar ditemukan penyidik Kejagung usai melakukan rangkaian penggeledahan di kediaman milik Zarof Ricar. Uang fantastis itu diakui Zaro sebagai hasil pengurusan perkara selama bertugas di MA.

"Saudara ZR pada saat menjabat sebagai Kapusdiklat yang tadi saya katakan, menerima gratifikasi pengurusan perkara-perkara di MA dalam bentuk uang. Ada yang rupiah dan ada yang mata uang asing," kata Direktur Penyidikan (Dirdik) Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Abdul Qohar dalam jumpa pers di kantornya, Jakarta, Jumat (25/10).

"Sebagaimana yang kita lihat di depan ini yang seluruhnya jika dikonversi dalam bentuk rupiah sejumlah Rp 920.912.303.714," sambungnya.

Qohar mengatakan Zarof mengaku menerima sejumlah uang dari tindakan kongkalikong perkara di Mahkamah Agung. Perbuatan sebagai makelar kasus itu diakui Zarof telah dilakukannya lebih dari 10 tahun silam.

"Berdasarkan keterangan yang bersangkutan ini dikumpulkan mulai tahun 2012-2022. Karena 2022 sampai sekarang yang bersangkutan sudah purnatugas," ujar Qohar.

Namun Harta Zarof yang dilaporkan sebesar Rp 51 miliar di LHKPN. Berdasarkan situs e-LHKPN KPK, Zarof menyerahkan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) ke KPK pada Maret 2022. LHKPN itu disetorkan Zarof untuk akhir jabatannya sebagai Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Pendidikan dan Pelatihan Hukum dan Peradilan MA.

Sumber