Temuan Rp 1 Triliiun di Rumah Eks Pejabat MA, Pengamat: Bobroknya Dunia Peradilan, Sangat Gila
JAKARTA, KOMPAS.com - Peneliti Pusat Kajian Anti Korupsi Universitas Gadjah Mada (Pukat UGM) Zaenurrohman menilai, penemuan uang hampir Rp 1 triliun di rumah mantan pejabat Mahkamah Agung (MA) Zarof Ricar (ZR) menunjukkan bobroknya dunia penegakan hukum.
Menurut Zaenur, penemuan uang yang diduga hasil pengurusan perkara itu menunjukkan bagaimana aparat memperjualbelikan hukum.
“Pengungkapan uang sekitar Rp 1 triliun di ZR ini menunjukkan betapa bobroknya dunia peradilan ya. Ya ini sudah sangat gila saya lihat,” kata Zaenur saat dihubungi Kompas.com, Minggu (27/10/2024).
Menurut Zaenur, Ricar hanyalah seorang makelar. Ia tidak bisa melakukan dugaan pengurusan perkara di lingkungan lembaga peradilan sendirian.
Karena itu, patut diduga kuat terdapat pelaku lain dalam perkara dugaan suap pengurusan kasasi terdakwa Gregorius Ronald Tannur.
“ZR ini bukan hakim, yang punya kewenangan memutuskan siapa? Tentu adalah hakim,” ujar Zaenur.
Pada saat yang bersamaan, hakim juga tidak bisa menjalankan operasi pengurusan perkara sendiri.
Karena itu, diduga terdapat peran panitera, panitera pengganti, maupun pegawai-pegawai MA. Di luar MA, badan peradilan di bawahnya dan advokat juga mungkin terlibat.
Zaenur mendorong agar jaringan mafia hukum ZR dibongkar secara menyeluruh. Hal ini membutuhkan kerja keras dari Kejaksaan Agung.
“Harus dibongkar semua yang terkait dengan ZR ini. Ini berjejaring, tidak beroperasi sendiri,” kata Zaenur.
Sebelumnya, penyidik Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung menangkap Ricar terkait dugaan suap pengurusan kasasi Ronald Tannur di Bali pada Kamis (24/10/2024).
Penyidik juga menggeledah rumahnya di bilangan Senayan, Jakarta Pusat dan menyita uang hampir Rp 1 triliun, termasuk 74.494.427 dollar Singapura, 1.897.362 dollar Amerika Serikat, 71.200 euro, 483.320 dollar Hong Kong, dan Rp 5.725.075.000. Uang itu disebut bersumber dari pengurusan perkara.
Ricar diduga menyiapkan uang suap Rp 5 miliar untuk hakim agung yang menyidangkan kasasi Ronald Tannur.
Direktur Penyidikan Jampidsus, Abdul Qohar mengatakan, uang suap itu disiapkan oleh pengacara Ronald Tannur, Lisa Rahmat.
Uang akan diberikan sebagai fee terkait pengkondisian putusan perkara pidana yang menjerat kliennya.
Sebagai pihak yang menjembatani pengurusan perkara, Ricar diduga mendapat fee Rp 1 miliar dari Lisa Rahmat.
Ia meminta uang ditukarkan ke valuta asing (valas) di money changer di kawasan Blok M, Jakarta Selatan.
"Sesuai catatan LR (Lisa Rahmat) yang diberikan kepada ZR (Zarof Ricar), (Rp 5 miliar itu) untuk hakim agung atas nama S, A, dan S lagi yang menangani perkara kasasi Ronald Tannur," ujar Abdul dalam konferensi pers, Jumat (25/10/2024) malam.
Adapun kasus ini merupakan pengembangan dari penangkapan tiga hakim Pengadilan Negeri (PN) Surabaya yang menjatuhkan vonis bebas kepada Ronald Tannur.
Mereka adalah Erintuah Damanik (ED) selaku Hakim Ketua, serta Mangapul (M) dan Heru Hanindyo (HH) sebagai Hakim Anggota. Ketiganya membuat Ronald Tannur, seorang anak anggota DPR saat itu, yang menganiaya kekasihnya hingga tewas melenggang bebas.
Sementara itu, Juru Bicara Mahkamah Agung, Yanto menyebut pihaknya tidak akan mentolerir dan melindungi hakim agung yang terbukti menerima suap pengurusan perkara.
Mahkamah Agung menyilakan Kejaksaan Agung untuk mengusut hakim agung yang memang terbukti menerima suap.
“Ya kalau memang ada bukti ya silakan saja. Kita enggak pernah mentolerir,” ujar Yanto saat dihubungi Kompas.com.