Tentang Pertemuan Elon Musk dan Utusan Iran Usai Trump Menang Pilpres
Kemenangan Donald Trump dalam Pilpres AS membuka peluang pembicaraan dengan Iran. Trump pun mengirim utusannya, Elon Musk untuk bertemu pihak Iran.
Sebagaimana diketahui, fasilitas nuklir Iran menjadi sorotan di tengah ketegangannya dengan Israel.
AFP sebelumnya memberitakan bahwa AS ingin ada perubahan sikap dari Iran setelah Presiden Iran Masoud Pezeshkian berjanji untuk menghilangkan keraguan dari dunia mengenai program nuklirnya. Hal ini disampaikan oleh Pezeshkian saat kepala pengawas nuklir dari PBB, Rafael Grossi, berkunjung ke Tehran.
Trump pada masa jabatan terakhirnya berusaha memberikan "tekanan maksimum" pada Iran dan menarik diri dari kesepakatan nuklir yang dinegosiasikan di bawah pendahulunya Barack Obama, meskipun ia baru-baru ini mengatakan bahwa ia terbuka terhadap diplomasi dengan Teheran.
Israel telah meningkatkan tekanan pada Iran termasuk melalui serangan militer langsung, dengan Menteri Pertahanan Israel Katz baru-baru ini memperingatkan bahwa Iran "lebih rentan terhadap serangan terhadap fasilitas nuklirnya daripada sebelumnya."
Menteri Pertahanan (Menhan) Israel, Israel Katz pernah menyebut Iran kini "lebih rentan atas serangan terhadap fasilitas nuklirnya". Hal tersebut, menurut Katz, akan memberikan peluang kepada Tel Aviv untuk menghilangkan ancaman yang diberikan Teheran.
"Kami memiliki kesempatan untuk mencapai tujuan kami yang paling penting – untuk menggagalkan dan menghilangkan ancaman nyata terhadap negara Israel," ucap Katz dalam pernyataan via media sosial X, seperti dilansir AFP dan Al Arabiya, Selasa (12/11/2024).
Israel selama bertahun-tahun menuduh Iran berupaya membuat senjata nuklir. Namun Teheran telah berulang kali membantah tuduhan tersebut.
Elon Musk, hartawan dan orang dekat presiden terpilih Amerika Serikat (AS) Donald Trump, bertemu dengan utusan Iran untuk Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), Amir Saeid Iravani. Pertemuan digelar di lokasi rahasia di New York.
Dilansir AFP dan CNN, Jumat (15/11/2024), peristiwa politik penting ini pertama kali dilaporkan oleh The New York Times, terjadi pada Kamis (14/11) waktu setempat. Pertemuan berlangsung lebih dari satu jam.
Pejabat pemerintahan Biden di PBB tidak diberitahu bahwa pertemuan itu sedang terjadi, dan masih belum menerima konfirmasi independen mengenai kebenaran pertemuan itu, kata seorang pejabat AS kepada CNN.